Oleh: Suhaeli Nawawi, Pembina YWI
Pendahuluan
INDRAMAYU — Fenomena pembentukan logam mulia seperti emas dan perak bukan sekadar hasil proses geologis di Bumi, tetapi merupakan bagian dari siklus besar kosmik. Astrofisika modern menjelaskan bahwa unsur-unsur berat ini terbentuk melalui peristiwa ledakan bintang — baik supernova maupun tumbukan bintang neutron (kilonova). Dalam perspektif teologis, fenomena ini dapat dikaitkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang menggambarkan keguncangan kosmos, hancurnya bintang-bintang, dan tersebar luasnya unsur-unsur langit, seperti dalam:
“Apabila bintang-bintang jatuh berserakan” (QS Al-Infithār [82]: 2)
“Dan apabila bintang-bintang menjadi redup” (QS At-Takwīr [81]: 2)
“Dan apabila bintang-bintang dipadamkan” (QS Al-Mursalāt [77]: 8).
1. Asal Usul Logam Mulia: Dari Langit, Bukan dari Bumi
Tahukah Anda bahwa emas, perak, dan platinum — logam mulia yang menjadi simbol kekayaan dan kemewahan — tidak terbentuk di dalam perut bumi?
Sebaliknya, logam-logam ini lahir di luar angkasa, melalui ledakan dan tabrakan bintang-bintang mati miliaran tahun lalu.
Ketika bintang besar mencapai akhir hidupnya, bahan bakar nuklir di intinya habis. Gaya gravitasi yang semula ditahan oleh tekanan radiasi kini membuat bintang itu kolaps ke dalam dirinya sendiri, meledak menjadi supernova.
Dalam peristiwa luar biasa ini, elemen-elemen seperti besi, kobalt, dan nikel terbentuk, lalu tersebar ke ruang antar bintang. Namun, pembentukan unsur yang lebih berat dari besi — seperti emas (Au) dan perak (Ag) — membutuhkan kondisi yang jauh lebih ekstrem.
Di sinilah tabrakan dua bintang neutron (kilonova) memainkan peran utama dalam “alkimia kosmik” ini.
2. Kilonova: Dapur Alam Semesta yang Menempa Emas
Bintang neutron adalah sisa dari bintang masif yang meledak sebagai supernova. Walau diameternya hanya sekitar 20 kilometer, massanya bisa lebih besar dari Matahari, membuatnya menjadi salah satu benda paling padat di alam semesta — satu sendok teh materinya bisa memiliki berat miliaran ton.
Ketika dua bintang neutron berputar saling mendekat dan akhirnya bertabrakan, terjadi ledakan kolosal yang disebut kilonova.
Dalam momen itu, suhu mencapai miliaran derajat dan kepadatan neutron luar biasa memungkinkan terjadinya proses penangkapan neutron cepat (r-process) — mekanisme yang menciptakan unsur-unsur berat seperti emas, perak, platinum, uranium, dan elemen langka lainnya.
Ledakan ini memuntahkan awan debu kosmik yang kaya logam mulia, yang kemudian menyebar ke seluruh galaksi. Dari debu inilah, miliaran tahun kemudian, planet-planet dan tata surya terbentuk — termasuk Bumi yang kita tempati.
Jadi, setiap butir emas di perhiasan Anda dan setiap atom perak di sirkuit elektronik adalah sisa dari ledakan bintang neutron purba yang pernah menerangi jagat raya jauh sebelum manusia ada.
3. Bukti Ilmiah: Gelombang Gravitasi dan Cahaya dari Kelahiran Unsur Berat
Teori bahwa logam mulia berasal dari tabrakan bintang neutron bukan sekadar spekulasi.
Pada 17 Agustus 2017, dunia sains mencatat sejarah dengan terdeteksinya peristiwa GW170817 — gelombang gravitasi dari penggabungan dua bintang neutron, yang bertepatan dengan cahaya tampak dari pembentukan unsur berat.
Data dari teleskop menunjukkan spektroskopi khas dari emas dan platinum dalam semburan cahaya itu — bukti langsung bahwa unsur-unsur mulia memang ditempa di dapur kosmik semacam ini.
Sejak saat itu, manusia tahu bahwa emas bukan hanya harta duniawi, tapi juga jejak ledakan surgawi.
4. Jejak Fenomena Ini dalam Al-Qur’an
Menariknya, Al-Qur’an telah menggambarkan secara metaforis proses kosmik ini dalam beberapa ayat yang berbicara tentang kehancuran dan perubahan bintang-bintang, yang kini dapat kita pahami sebagai deskripsi profetik dari fenomena supernova atau kilonova.
▪︎ Surat At-Takwīr [81]: 2
وَإِذَا النُّجُومُ انكَدَرَتْ
“Dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan.”
Kata inkadarat berarti bintang kehilangan cahaya dan jatuh, selaras dengan peristiwa kolaps gravitasi dan ledakan bintang masif.
▪︎ Surat Al-Infithār [82]: 2
وَإِذَا الْكَوَاكِبُ انتَثَرَتْ
“Dan apabila bintang-bintang berjatuhan (berserakan).”
Kata intatsarat (terhambur) mengandung makna penyebaran materi bintang — deskripsi yang menakjubkan tentang debu kosmik hasil supernova yang kemudian menjadi bahan baku pembentuk planet dan unsur logam berat.
▪︎ Surat Al-Mursalāt [77]: 8
فَإِذَا النُّجُومُ طُمِسَتْ
“Maka apabila bintang-bintang dihapuskan (cahayanya).”
Sebelum bintang meledak, terjadi fase pemadaman cahaya akibat habisnya reaksi fusi nuklir di intinya — persis seperti makna kata ṭumisat (dihapuskan).
Dalam perspektif tafsir klasik dan modern ketiga ayat tersebut dapat dipahami sebagai berikut.
1.Tafsir Al-Ṭabarī menafsirkan ayat “apabila bintang-bintang jatuh berserakan” sebagai tanda terlepasnya tatanan langit yang selama ini tertata rapi oleh kekuasaan Allah.
“Bintang-bintang akan jatuh dan hilang sinarnya karena telah datang saat kehancuran langit dan bumi.” (Al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān, 30/80)
2.Al-Qurṭubī menambahkan bahwa redupnya bintang merupakan simbol berakhirnya sistem alam semesta, menandakan bahwa seluruh ciptaan tunduk kepada hukum kehancuran dan penciptaan ulang.
“Allah menjadikan redupnya bintang sebagai tanda hilangnya cahaya kehidupan dunia.” (Al-Jāmi‘ li Ahkām al-Qur’ān, 20/117)
Tafsir Modern dan Kosmologi Al-Qur’an
Dalam tafsir modern seperti karya Sayyid Quṭb (Fī Ẓilāl al-Qur’ān) dan M. Quraish Shihab (Tafsir al-Mishbah), ayat-ayat kosmik ini tidak hanya dipahami sebagai peristiwa eskatologis, tetapi juga sebagai sinyal keteraturan dan dinamika alam semesta yang terus dicipta dan diatur oleh Allah.
“Ayat-ayat ini memberi isyarat bahwa segala benda langit tunduk pada hukum-hukum Allah. Kerapuhannya pada saat tertentu menunjukkan bahwa kekuasaan yang mengatur alam semesta adalah mutlak milik-Nya.” (Quraish Shihab, Al-Mishbah, Jilid 15: 273)
Dengan demikian, pembentukan logam berat di ruang antarbintang dapat dilihat sebagai proses penciptaan berulang (tajdīd al-khalq) yang mencerminkan firman Allah:
“Dan Kami turunkan besi, yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia.” (QS Al-Ḥadīd [57]: 25)
Jika besi “diturunkan”, maka secara ilmiah, unsur-unsur berat seperti besi, emas, dan perak memang berasal dari luar Bumi, terbawa oleh debu kosmik hasil ledakan bintang — sebagaimana ditegaskan oleh penelitian astrofisika modern.
5. Refleksi: Dari Ledakan Bintang ke Kesadaran Ilahi
Fenomena kelahiran logam mulia dari kematian bintang membawa pesan spiritual mendalam.
Kehancuran di langit bukanlah akhir, melainkan siklus penciptaan baru.
Emas yang berkilau di tangan manusia adalah jejak dari kematian bintang-bintang purba, tanda bahwa keindahan sering lahir dari kehancuran.
Sebagaimana firman Allah:
فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
“Maka Mahasuci Allah, sebaik-baik Pencipta.” (QS. Al-Mu’minūn: 14)
Penutup
Ilmu pengetahuan modern telah membuka tabir kosmik yang dulu hanya bisa dibayangkan.
Kini kita tahu bahwa tubuh manusia, logam di bumi, dan cahaya di langit — semuanya berasal dari sumber yang sama: bintang-bintang yang mati.
Dan Al-Qur’an telah lama mengisyaratkan keterhubungan itu, menjadikan sains bukan lawan wahyu, melainkan jembatan untuk mengenal Sang Pencipta lebih dalam.
Akhir kalam, والله اعلم بالصواب
