INDRAMAYU — PERTANYAAN
Sales saya menyuruh pelanggan men-transfer pembayaran ke rekening pribadinya dia dan uang tersebut dipakai oleh yang bersangkutan. Saat ketahuan, sales tersebut membayarkan uang yang telah dipakai secara tunai sehingga tidak ada kerugian uang di perusahaan. Pertanyaannya, apakah tindakan sales tersebut bisa dihukum? Soalnya menurut penyidik, hal ini tidak bisa dihukum karena tidak ada kerugian uang.
Atas jawabannya diucapkan terimakasih, dan untuk ubklawyers beserta Paralegalnya semoga selalu diberikan kesehatan dan keselamatan dunia dan akhirat. Aamiin..
Bang Margo. S – Tugu, Sliyeg
▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
“INTISARI JAWABAN”
ᴾᵃᵈᵃ ᵈᵃˢᵃʳⁿʸᵃ ᵖᵉˡᵃᵏᵘ ᵗⁱⁿᵈᵃᵏᵃⁿ ᴾᵉⁿᵍᵍᵉˡᵃᵖᵃⁿ ᵈᵃᵖᵃᵗ ᵈⁱᵏᵉⁿᵃᵏᵃⁿ ˢᵃⁿᵏˢⁱ ᴾⁱᵈᵃⁿᵃ ᵇᵉʳᵈᵃˢᵃʳᵏᵃⁿ ᴾᵃˢᵃˡ ³⁷² ᴷᵁᴴᴾ ˡᵃᵐᵃ ᵃᵗᵃᵘ ᴾᵃˢᵃˡ ⁴⁸⁶ ᵁᵁ ¹/²⁰²³ ᵗᵉⁿᵗᵃⁿᵍ ᴷᵁᴴᴾ ᵇᵃʳᵘ. ˢᵉˡᵃⁱⁿ ⁱᵗᵘ, ʲⁱᵏᵃ ᵖᵉⁿᵍᵍᵉˡᵃᵖᵃⁿ ᵗᵉʳˢᵉᵇᵘᵗ ᵈⁱˡᵃᵏᵘᵏᵃⁿ ᵏᵃʳᵉⁿᵃ ᵃᵈᵃ ʰᵘᵇᵘⁿᵍᵃⁿ ᵏᵉʳʲᵃ ᵃᵗᵃᵘ ᵏᵃʳᵉⁿᵃ ᵖᵉⁿᶜᵃʳⁱᵃⁿ ᵃᵗᵃᵘ ᵏᵃʳᵉⁿᵃ ᵐᵉⁿᵈᵃᵖᵃᵗ ᵘᵖᵃʰ ᵘⁿᵗᵘᵏ ⁱᵗᵘ, ᵐᵃᵏᵃ ᵈᵃᵖᵃᵗ ᵈⁱᵏᵉⁿᵃⁱ ˢᵃⁿᵏˢⁱ ˢᵃⁿᵏˢⁱ ᵖⁱᵈᵃⁿᵃ ᵖᵃᵈᵃ ᵗⁱⁿᵈᵃᵏᵃⁿ ᵖᵉⁿᵍᵍᵉˡᵃᵖᵃⁿ ᵈᵉⁿᵍᵃⁿ ᵖᵉᵐᵇᵉʳᵃᵗᵃⁿ ᵐᵉⁿᵘʳᵘᵗ ᴾᵃˢᵃˡ ³⁷⁴ ᴷᵁᴴᴾ ˡᵃᵐᵃ ᵈᵃⁿ ᴾᵃˢᵃˡ ⁴⁸⁸ ᵁᵁ ¹/²⁰²³.
ᴸᵃⁿᵗᵃˢ, ʲⁱᵏᵃ ᵖᵉⁿᵍᵍᵉˡᵃᵖᵃⁿ ᵗⁱᵈᵃᵏ ᵐᵉⁿⁱᵐᵇᵘˡᵏᵃⁿ ᵏᵉʳᵘᵍⁱᵃⁿ, ᵃᵖᵃᵏᵃʰ ᵗᵉᵗᵃᵖ ᵇⁱˢᵃ ᵈⁱᵖⁱᵈᵃⁿᵃ?
ᴾᵉⁿʲᵉˡᵃˢᵃⁿ ˡᵉᵇⁱʰ ˡᵃⁿʲᵘᵗ ᵈᵃᵖᵃᵗ ᴬⁿᵈᵃ ᵇᵃᶜᵃ ᵘˡᵃˢᵃⁿ ᵈⁱ ᵇᵃʷᵃʰ ⁱⁿⁱ.
ULASAN SELENGKAPNYA;
Terimakasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Jerat Pidana Penggelapan dengan Pemberat
Dalam membahas mengenai penggelapan, perlu diketahui bahwa ketentuan yang dapat menjerat pelaku penggelapan adalah Pasal 372 KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan Pasal 486 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[¹] yaitu tahun 2026 sebagai berikut:
Pasal 372 KUHP
- Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.[²]
Pasal 486 UU 1/2023
- Setiap orang yang secara melawan hukum memiliki suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain yang ada dalam kekuasaannya bukan karena tindak pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, Rp200 juta.[³]
Terkait Pasal 372 KUHP, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 258) menerangkan bahwa tindakan dalam pasal ini disebut sebagai “penggelapan biasa”, yang dimaksud dengan penggelapan sendiri kejahatan yang hampir sama dengan pencurian. Bedanya ialah bahwa pada pencurian barang dimilik itu masih belum berada ditangan pencuri dan masih harus. Sedangkan, pada penggelapan, waktu dimilikinya barang itu sudah ada di tangan si pembuat tidak dengan jalan kejahatan.
Disarikan dari artikel Mengembalikan Uang yang Digelapkan, Apakah Tetap Dipidana?, P.A.F. Lamintang dalam bukunya berjudul Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan terhadap Harta Kekayaan, menerangkan bahwa tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
- unsur subjektif, yaitu dengan sengaja;
- unsur objektif:
a. menguasai secara
melawan hukum;
b. suatu benda;
c. sebagian atau
seluruhnya
kepunyaan orang
lain; dan
d. berada padanya
bukan karena
kejahatan.
Adapun yang dimaksud dengan memiliki dalam Pasal 372 KUHP dia atas yaitu pemegang barang yang menguasai atau bertindak sebagai pemilik barang, melakukan tindakan berlawanan dengan hukum yang mengikat padanya sebagai pemegang barang itu. D͟i͟p͟a͟n͟d͟a͟n͟g͟ s͟e͟b͟a͟g͟a͟i͟ m͟e͟m͟i͟l͟i͟k͟i͟n͟y͟a͟ m͟i͟s͟a͟l͟n͟y͟a͟ m͟͟e͟͟n͟͟j͟͟u͟͟a͟͟l͟͟, m͟͟e͟͟m͟͟a͟͟k͟͟a͟͟n͟͟, m͟͟e͟͟m͟͟b͟͟u͟͟a͟͟n͟͟g͟͟, m͟͟e͟͟n͟͟g͟͟g͟͟a͟͟d͟͟a͟͟i͟͟k͟͟a͟͟n͟͟, m͟e͟m͟b͟e͟l͟a͟n͟j͟a͟k͟a͟n͟ d͟a͟n͟ l͟a͟i͟n͟ s͟͟e͟͟b͟͟a͟͟g͟͟a͟͟i͟͟n͟͟y͟͟a͟͟.[⁴]
Selanjutnya, t͟i͟n͟d͟a͟k͟ p͟i͟d͟a͟n͟a͟ p͟e͟n͟g͟g͟e͟l͟a͟p͟a͟n͟ m͟e͟r͟u͟p͟a͟k͟a͟n͟ d͟e͟l͟i͟k͟ a͟d͟u͟a͟n͟ j͟i͟k͟a͟ t͟e͟r͟j͟a͟d͟i͟ d͟a͟l͟a͟m͟ l͟i͟n͟g͟k͟u͟p͟ k͟͟e͟͟l͟͟u͟͟a͟͟r͟͟g͟͟a͟͟. S͟e͟d͟a͟n͟g͟k͟a͟n͟ j͟i͟k͟a͟ d͟i͟l͟u͟a͟r͟ l͟i͟n͟g͟k͟u͟p͟ k͟͟e͟͟l͟͟u͟͟a͟͟r͟͟g͟͟a͟͟, m͟a͟k͟a͟ t͟i͟n͟d͟a͟k͟ p͟i͟d͟a͟n͟a͟ p͟e͟n͟g͟g͟e͟l͟a͟p͟a͟n͟ b͟u͟k͟a͟n͟l͟a͟h͟ d͟e͟l͟i͟k͟ a͟d͟u͟a͟n͟ m͟e͟l͟a͟i͟n͟k͟a͟n͟ d͟e͟l͟i͟k͟ b͟i͟a͟s͟a͟. Oleh karena itu, sebagaimana disebutkan oleh R. Soesilo pada bukunya yang sama, bahwa penggelapan adalah delik aduan relatif, yaitu delik yang biasanya bukan merupakan delik aduan, akan tetapi jika dilakukan oleh sanak keluarga menjadi delik aduan.[⁵]
Selain itu, Penjelasan Pasal 486 UU 1/2023 juga menerangkan bahwa pada tindak pidana penggelapan barang yang bersangkutan sudah dikuasai secara nyata oleh pelaku tindak pidana. Lalu niat memiliki baru ada setelah barang yang bersangkutan untuk beberapa waktu sudah berada di tangan pelaku. Unsur tindak pidana penggelapan lainnya adalah bahwa pelaku menguasai barang yang hendak dimiliki tersebut bukan karena tindak pidana, misalnya suatu barang yang berada dalam penguasaannya pelaku tindak pidana sebagai jaminan utang piutangnya yang kemudian dijual tanpa izin pemiliknya.
Oleh karena itu, menjawab pertanyaan Anda, k͟a͟m͟i͟ a͟s͟u͟m͟s͟i͟k͟a͟n͟ b͟a͟h͟w͟a͟ t͟r͟a͟n͟s͟f͟e͟r͟ p͟e͟m͟b͟a͟y͟a͟r͟a͟n͟ y͟a͟n͟g͟ d͟i͟l͟a͟k͟u͟k͟a͟n͟ o͟l͟e͟h͟ p͟e͟l͟a͟n͟g͟g͟a͟n͟ k͟e͟p͟a͟d͟a͟ r͟e͟k͟e͟n͟i͟n͟g͟ k͟͟a͟͟r͟͟y͟͟a͟͟w͟͟a͟͟n͟͟ A͟n͟d͟a͟ (d͟a͟l͟a͟m͟ h͟a͟l͟ i͟n͟i͟ s͟͟a͟͟l͟͟e͟͟s͟͟) m͟e͟r͟u͟p͟a͟k͟a͟n͟ t͟i͟n͟d͟a͟k͟a͟n͟ y͟a͟n͟g͟ b͟e͟n͟a͟r͟ a͟t͟a͟u͟ s͟e͟s͟u͟a͟i͟ p͟r͟o͟s͟e͟d͟u͟r͟ p͟e͟m͟b͟a͟y͟a͟r͟a͟n͟ a͟t͟a͟u͟ p͟͟͟͟͟e͟͟͟͟͟k͟͟͟͟͟e͟͟͟͟͟r͟͟͟͟͟j͟͟͟͟͟a͟͟͟͟͟a͟͟͟͟͟n͟͟͟͟͟n͟͟͟y͟͟͟a͟͟͟. Jika demikian, maka tindakan yang dilakukan sales tersebut dengan tidak memberikan uang pelanggan kepada Anda sebagai orang yang berhak atas uang tersebut dan tindakannya memakai uang Anda dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penggelapan.
Lalu, terkait dengan kerugiannya, sepanjang penelusuran kami p͟͟e͟͟n͟͟g͟͟g͟͟e͟͟l͟͟a͟͟p͟͟a͟͟n͟͟ t͟i͟d͟a͟k͟ m͟e͟n͟s͟y͟a͟r͟a͟t͟k͟a͟n͟ s͟u͟a͟t͟u͟ t͟i͟n͟d͟a͟k͟ p͟i͟d͟a͟n͟a͟ h͟a͟r͟u͟s͟ m͟e͟m͟i͟l͟i͟k͟i͟ k͟e͟r͟u͟g͟i͟a͟n͟ a͟t͟a͟u͟ t͟͟i͟͟d͟͟a͟͟k͟͟. Maka dari itu, menurut hemat kami, w͟a͟l͟a͟u͟p͟u͟n͟ t͟i͟d͟a͟k͟ t͟e͟r͟d͟a͟p͟a͟t͟ k͟e͟r͟u͟g͟i͟a͟n͟ k͟a͟r͟e͟n͟a͟ u͟a͟n͟g͟ d͟͟͟͟i͟͟͟͟k͟͟͟͟e͟͟͟͟m͟͟͟͟b͟͟͟͟a͟͟͟͟l͟͟͟͟i͟͟͟͟k͟͟͟͟a͟͟͟͟n͟͟͟͟, k͟a͟r͟y͟a͟w͟a͟n͟ s͟a͟l͟e͟s͟ t͟e͟r͟s͟e͟b͟u͟t͟ t͟e͟t͟a͟p͟ d͟a͟p͟a͟t͟ d͟i͟j͟e͟r͟a͟t͟ P͟͟͟a͟͟͟s͟͟͟a͟͟͟l͟͟͟ P͟͟e͟͟n͟͟g͟͟g͟͟e͟͟l͟͟a͟͟p͟͟a͟͟n͟͟.
Perlu diperhatikan juga, karena tindakan penggelapan ini dilakukan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, maka tindakan pelaku dapat dikenai sanksi pidana menurut Pasal 374 KUHP atau Pasal 488 UU 1/2023 berikut.
Pasal 374 KUHP
- Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.
Pasal 488 UU 1/2023
- Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486 dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang tersebut karena ada hubungan kerja, karena profesinya, atau karena mendapat upah penguasaan barang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu sebesar Rp500 juta.[⁶]
Penjelasan mengenai penggelapan dengan pemberatan dapat Anda temukan pada Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan dengan Pemberatan.
Sanksi Pidana Pencurian
Selain penggelapan, p͟e͟l͟a͟k͟u͟ j͟u͟g͟a͟ b͟e͟r͟p͟o͟t͟e͟n͟s͟i͟ d͟͟͟i͟͟͟k͟͟͟e͟͟͟n͟͟͟a͟͟͟i͟͟͟ P͟a͟s͟a͟l͟ P͟e͟n͟c͟u͟r͟i͟a͟n͟ j͟i͟k͟a͟ t͟i͟n͟d͟a͟k͟a͟n͟ m͟e͟n͟y͟u͟r͟u͟h͟ p͟e͟l͟a͟n͟g͟g͟a͟n͟ u͟n͟t͟u͟k͟ t͟r͟a͟n͟s͟f͟e͟r͟ u͟a͟n͟g͟ k͟e͟ r͟e͟k͟e͟n͟i͟n͟g͟ p͟r͟i͟b͟a͟d͟i͟n͟y͟a͟ b͟u͟k͟a͟n͟ m͟e͟r͟u͟p͟a͟k͟a͟n͟ k͟e͟w͟e͟n͟a͟n͟g͟a͟n͟ p͟e͟k͟e͟r͟j͟a͟ t͟͟e͟͟r͟͟s͟͟e͟͟b͟͟u͟͟t͟͟. Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal berikut.
Pasal 362 KUHP
- Barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan dipidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.[⁷]
Pasal 476 UU 1/2023
- Setiap orang yang mengambil suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, dipidana karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[⁸]
Perlu diingat, tindakan yang diatur dalam Pasal 362 KUHP disebut dengan pencurian biasa, dengan unsur-unsur sebagai berikut:[⁹]
- perbuatan mengambil;
- yang diambil harus sesuatu barang;
- barang itu harus, seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain;
- pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang itu dengan melawan.
Lalu, dalam Penjelasan Pasal 476 UU 1/2023 yang dimaksud dengan “mengambil” tidak hanya diartikan secara fisik, tetapi juga meliputi bentuk perbuatan mengambil lainnya secara fungsional (nonfisik) mengarah pada maksud memiliki barang lain secara melawan hukum.
Selengkapnya mengenai pasal pencurian dapat Anda temukan dalam artikel Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Berdasarkan uraian di atas, jika sales karyawan Anda meminta pelanggan men-transfer ke rekening pribadinya merupakan hal sesuai kesepakatan atau prosedur perusahaan, maka t͟i͟n͟d͟a͟k͟a͟n͟ s͟a͟l͟e͟s͟ y͟a͟n͟g͟ m͟e͟m͟a͟k͟a͟i͟ u͟a͟n͟g͟ p͟e͟l͟a͟n͟g͟g͟a͟n͟ u͟n͟t͟u͟k͟ k͟e͟b͟u͟t͟u͟h͟a͟n͟ p͟r͟i͟b͟a͟d͟i͟n͟y͟a͟ t͟e͟r͟m͟a͟s͟u͟k͟ t͟i͟d͟a͟k͟ p͟i͟d͟a͟n͟a͟ p͟͟e͟͟n͟͟g͟͟g͟͟e͟͟l͟͟a͟͟p͟͟a͟͟n͟͟. Perlu dicatat, sepanjang penelusuran kami, p͟e͟n͟g͟g͟e͟l͟a͟p͟a͟n͟ t͟i͟d͟a͟k͟ m͟e͟n͟s͟y͟a͟r͟a͟t͟k͟a͟n͟ s͟u͟a͟t͟u͟ t͟i͟n͟d͟a͟k͟ p͟i͟d͟a͟n͟a͟ h͟a͟r͟u͟s͟ m͟e͟m͟i͟l͟i͟k͟i͟ k͟e͟r͟u͟g͟i͟a͟n͟ a͟t͟a͟u͟ t͟͟i͟͟d͟͟a͟͟k͟͟. Oleh karena itu, Anda tetap dapat melaporkan sales terkait ke pihak berwenang. Namun, saran kami, pemidanaan dalam hal ini merupakan jalan terakhir yang dapat ditempuh jika tidak tidak dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan lainnya.
Akan tetapi, hal ini berbeda j͟i͟k͟a͟ s͟a͟l͟e͟s͟ y͟͟͟a͟͟͟n͟͟͟g͟͟͟ A͟n͟d͟a͟ s͟e͟b͟u͟t͟k͟a͟n͟ m͟e͟n͟g͟i͟r͟i͟m͟k͟a͟n͟ u͟a͟n͟g͟ p͟e͟l͟a͟n͟g͟g͟a͟n͟ k͟e͟ r͟e͟k͟e͟n͟i͟n͟g͟ p͟r͟i͟b͟a͟d͟i͟n͟y͟a͟ t͟͟a͟͟n͟͟p͟͟a͟͟ p͟e͟r͟s͟e͟t͟u͟j͟u͟a͟n͟ a͟t͟a͟u͟ t͟͟i͟͟d͟͟a͟͟k͟͟ s͟e͟s͟u͟a͟i͟ p͟r͟o͟s͟e͟d͟u͟r͟ b͟e͟k͟e͟r͟j͟a͟ dengan perusahaan Anda. Jika demikian, m͟a͟k͟a͟ s͟a͟l͟e͟s͟ y͟a͟n͟g͟ b͟e͟r͟s͟a͟n͟g͟k͟u͟t͟a͟n͟ d͟a͟p͟a͟t͟ d͟i͟a͟n͟c͟a͟m͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ p͟i͟d͟a͟n͟a͟ p͟e͟n͟c͟u͟r͟i͟a͟n͟ sebagaimana telah dijelaskan di atas.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat dan dapat dijadikan pembelajaran untuk kita semua terkhusus untuk penanya dan Paralegal ubklawyers pada umumnya.
D͟a͟s͟a͟r͟ H͟u͟k͟u͟m͟:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.
Artikel ini dibuat oleh Muhammad Raihan Negara. SH, dipublikasikan “..Hukumonline.com..” dengan judul Apakah Penggelapan Tanpa Kerugian Dipidana pada tanggal 29 April 2025. Dan diteruskan oleh ubklawyers pada tanggal 03 Mei 2025.
Seluruh Informasi Hukum yang ada di LBH-UMAR BIN KHATTAB disiapkan semata-mata untuk t͟͟͟u͟͟͟j͟͟͟u͟͟͟a͟͟͟n͟͟͟ p͟͟e͟͟n͟͟d͟͟i͟͟d͟͟i͟͟k͟͟a͟͟n͟͟, p͟e͟m͟b͟e͟l͟a͟j͟a͟r͟a͟n͟ dan b͟e͟r͟s͟i͟f͟a͟t͟ u͟m͟u͟m͟. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Pengacara, Konsultan Hukum dan/atau Paralegal UBK LAWYERS.
Sedang menghadapi permasalahan hukum? A͟j͟u͟k͟a͟n͟ p͟e͟r͟t͟a͟n͟y͟a͟a͟n͟ melalui email, telepon atau chat.👇🏼
Email:
ubklawyer@gmail.com
Telepon/Chat:
089666552118
Berkenan G͟a͟b͟u͟n͟g͟ G͟r͟o͟u͟p͟, untuk jadi bagian Keluarga Besar UBK LAWYERS. Klik link dibawah.👇🏼
I͟K͟U͟T͟I͟ W͟h͟a͟t͟s͟A͟p͟p͟ C͟h͟a͟n͟n͟e͟l͟ LBH-UMAR BIN KHATTAB. Untuk memperkaya Riset Hukum Anda, klik link dibawah.👇🏼
🇮🇩🇵🇸🇮🇩🇵🇸🇮🇩🇵🇸
#cerdashukum
#studylawtogether
#ubklawyers
