Oleh: Suhaeli Nawawi, Pembina YWI
INDRAMAYU — ♧ PENDAHULUAN: Kemajuan sains modern telah membuka cakrawala baru dalam memahami ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta). Salah satu bentuk integrasi menakjubkan antara wahyu dan sains dapat ditemukan pada Surah Al-Qiyāmah ayat 3–4, yang menyebut secara eksplisit tentang ujung jari manusia (banān) — sesuatu yang baru diketahui keunikannya secara ilmiah berabad-abad setelah turunnya Al-Qur’an.
أَيَحْسَبُ الإِنسَانُ أَلَّن نَجْمَعَ عِظَامَهُ
بَلَىٰ قَادِرِينَ عَلَىٰ أَن نُسَوِّيَ بَنَانَهُ
“Apakah manusia mengira bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang-belulangnya? Bukan demikian, bahkan Kami kuasa menyusun (kembali) ujung jarinya.” (QS. Al-Qiyāmah [75]: 3–4)
1.Tafsir Klasik: Penegasan Kuasa Allah atas Penciptaan Detail Manusia
Para mufassir klasik seperti Al-Ṭabarī, Al-Qurṭubī, dan Ibn Kathīr menjelaskan bahwa ayat ini adalah bantahan terhadap kaum yang mengingkari kebangkitan (al-ba‘ts).
Allah menegaskan bahwa jika Ia mampu menyusun kembali “banān” (ujung jari) — bagian tubuh manusia yang sangat kecil dan rumit — maka tentu lebih mudah bagi-Nya untuk menghidupkan kembali seluruh jasad manusia.
Al-Qurṭubī menafsirkan bahwa “banān” menunjukkan tingkat presisi ciptaan Allah, karena susunan jari merupakan simbol kesempurnaan anatomi manusia yang memungkinkan aktivitas menulis, menggenggam, dan berbuat.
Fakhr al-Dīn al-Rāzī menambahkan, penggunaan istilah “banān” justru dimaksudkan untuk menunjukkan keajaiban detail penciptaan, bukan sekadar kebangkitan tulang-belulang.
Dengan demikian, ayat ini tidak hanya menegaskan kemampuan Allah menghidupkan kembali manusia setelah mati, tetapi juga mengandung isyarat ilmiah (ishārah ‘ilmiyyah) bahwa setiap individu diciptakan dengan ciri khas unik pada ujung jarinya.
♧ PERSPEKTIF SAINS: SIDIK JARI SEBAGAI IDENTITAS BIOLOGIS ABADI: Artikel “Sidik Jari: Tanda Kecil yang Menyimpan Identitas Seumur Hidup” menggambarkan secara detail proses biologis pembentukan sidik jari dalam kandungan:
- Pola sidik jari mulai terbentuk pada usia kehamilan 10–16 minggu.
- Pembentukannya melibatkan faktor genetik dan pengaruh lingkungan intrauterin, seperti tekanan cairan ketuban dan posisi janin.
- Hasilnya: setiap manusia memiliki pola sidik jari yang unik dan tidak akan pernah sama, bahkan antara kembar identik sekalipun.
- Pola tersebut tetap seumur hidup, kecuali terjadi kerusakan pada lapisan kulit terdalam (dermis papilla).
Temuan ini menegaskan bahwa ujung jari bukan sekadar organik, tetapi juga identitas biologis, yang menyimpan kode individualitas ciptaan.
Ilmu forensik dan bioteknologi modern kini menggunakan sidik jari sebagai alat identifikasi paling andal — bukti nyata bahwa tidak ada dua manusia yang identik di mata ciptaan Allah.
♧ INTEGRASI TAFSIR DAN SAINS: ISYARAT KEUNIKAN INDIVIDU DALAM AL-QUR’AN ’AN: Ketika Al-Qur’an menyebut, “Kami kuasa menyusun (kembali) ujung jarinya”, hal itu dapat dipahami sebagai dua lapisan makna:
1.Makna teologis: Allah menegaskan kuasa-Nya membangkitkan kembali manusia secara utuh hingga ke detail terkecil.
2.Makna ilmiah: Ujung jari ternyata menyimpan identitas genetis unik yang melekat pada setiap manusia.
Dengan demikian, ayat ini tidak hanya berbicara tentang kemampuan Allah menghidupkan kembali, tetapi juga tentang keunikan desain ciptaan-Nya — sesuatu yang baru dibuktikan oleh sains modern melalui biometri dan genetika forensik.
Seolah-olah ayat ini ingin mengatakan: “Jika Aku mampu mengembalikan sidik jarimu yang tak pernah sama dengan siapa pun, bagaimana mungkin engkau meragukan kebangkitan tubuhmu seluruhnya?”
♧ DIMENSI SPIRITUALITAS: DARI IDENTITAS BIOLOGIS KE KESADARAN IMAN: Pemahaman ilmiah tentang sidik jari seharusnya menumbuhkan kekaguman ruhani.
Setiap kali manusia memandang jari-jarinya sendiri, seharusnya ia menyadari bahwa di sana ada tanda ketunggalan ciptaan (wahdat al-khalq) yang tidak dimiliki makhluk lain.
Sidik jari menjadi simbol eksistensi personal — bahwa setiap manusia adalah makhluk istimewa, diciptakan dalam bentuk terbaik sebagaimana firman Allah: “لقد خلقنا الإنسان في أحسن تقويم (Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.) (QS. At-Tīn [95]: 4)
Maka, memahami sidik jari bukan sekadar memahami biologi kulit, melainkan memahami tanda kebesaran Tuhan yang melekat di tubuh kita sendiri.
♧ KESIMPULAN: Integrasi antara Surah Al-Qiyāmah (3–4) dan sains sidik jari menegaskan beberapa hal penting:
1.Al-Qur’an telah memberi isyarat detail biologis yang baru dipahami manusia modern ribuan tahun kemudian.
2.Sidik jari adalah bukti keunikan penciptaan manusia, menunjukkan kekuasaan Allah yang menciptakan setiap individu secara berbeda.
3.Sains dan wahyu bukan dua entitas yang bertentangan, melainkan dua jendela menuju pemahaman yang sama — yakni keagungan Sang Pencipta.
4.Keimanan kepada kebangkitan (al-ba‘ts) menjadi semakin rasional dan ilmiah ketika manusia menyadari bahwa bahkan bagian terkecil dari dirinya pun memiliki struktur yang dapat disusun kembali oleh Sang Pencipta.
♧ PENUTUP (REFLEKTIF): “Sidik jari bukan sekadar guratan kulit — ia adalah tanda ketuhanan yang melekat pada setiap manusia, bukti bahwa tidak ada ciptaan yang sama, dan tidak ada kekuasaan yang menandingi kemampuan-Nya untuk mengembalikan yang telah sirna.”
Akhir kalam, والله اعلم بالصواب
