INDRAMAYU — PERTANYAAN
Bisakah seorang istri mengajukan cerai karena suami selingkuh lewat WA? Kejadiannya, istri membaca sendiri sang suami saling mengirim pesan mesra dengan perempuan lain melalui WA. Pihak istri juga menduga suaminya sudah bertemu dengan perempuan tersebut dan selingkuh secara langsung, tapi ia belum dapat membuktikannya. Selain itu, pihak suami juga melakukan kekerasan kepada istri (KDRT), secara fisik dan psikis.
Atas penjelasannya diucapkan terimakasih, untuk ubklawyers beserta Paralegalnya semoga diberikan kemudahan dalam mencari pasangan hidup, bisa saling melengkapi kekurangan. Aamiin..
Carlim Hasibuan-Jambak Citi
▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
“INTISARI JAWABAN”
【ℌ𝔲𝔨𝔲𝔪 𝔎𝔢𝔩𝔲𝔞𝔯𝔤𝔞】
𝔅𝔢𝔯𝔡𝔞𝔰𝔞𝔯𝔨𝔞𝔫 𝔓𝔞𝔰𝔞𝔩 𝔭𝔢𝔯𝔷𝔦𝔫𝔞𝔞𝔫 𝔡𝔞𝔩𝔞𝔪 𝔎𝔘ℌ𝔓 𝔩𝔞𝔪𝔞 𝔪𝔞𝔲𝔭𝔲𝔫 𝔘𝔘 1/2023 𝔱𝔢𝔫𝔱𝔞𝔫𝔤 𝔎𝔘ℌ𝔓 𝔟𝔞𝔯𝔲, 𝔭𝔦𝔥𝔞𝔨 𝔰𝔲𝔞𝔪𝔦 𝔥𝔞𝔫𝔶𝔞 𝔡𝔞𝔭𝔞𝔱 𝔡𝔦𝔭𝔦𝔡𝔞𝔫𝔞 𝔧𝔦𝔨𝔞 𝔭𝔢𝔯𝔰𝔢𝔩𝔦𝔫𝔤𝔨𝔲𝔥𝔞𝔫 𝔱𝔢𝔯𝔰𝔢𝔟𝔲𝔱 𝔪𝔢𝔩𝔦𝔟𝔞𝔱𝔨𝔞𝔫 𝔭𝔢𝔯𝔰𝔢𝔱𝔲𝔟𝔲𝔥𝔞𝔫. 𝔍𝔦𝔨𝔞 𝔥𝔞𝔫𝔶𝔞 𝔪𝔢𝔫𝔤𝔦𝔯𝔦𝔪 𝔭𝔢𝔰𝔞𝔫 𝔪𝔢𝔰𝔯𝔞 𝔪𝔢𝔩𝔞𝔩𝔲𝔦 𝔚𝔥𝔞𝔱𝔰𝔄𝔭𝔭 𝔞𝔱𝔞𝔲 𝔪𝔢𝔡𝔦𝔞 𝔰𝔬𝔰𝔦𝔞𝔩 𝔩𝔞𝔦𝔫𝔫𝔶𝔞, 𝔨𝔢𝔡𝔲𝔞𝔫𝔶𝔞 (𝔭𝔦𝔥𝔞𝔨 𝔰𝔲𝔞𝔪𝔦 𝔡𝔞𝔫 𝔭𝔢𝔯𝔢𝔪𝔭𝔲𝔞𝔫 𝔩𝔞𝔦𝔫) 𝔱𝔦𝔡𝔞𝔨 𝔡𝔞𝔭𝔞𝔱 𝔡𝔦𝔧𝔞𝔱𝔲𝔥𝔦 𝔭𝔦𝔡𝔞𝔫𝔞 𝔭𝔢𝔯𝔷𝔦𝔫𝔞𝔞𝔫.
𝔑𝔞𝔪𝔲𝔫, 𝔭𝔢𝔯𝔩𝔲 𝔡𝔦𝔨𝔢𝔱𝔞𝔥𝔲𝔦 𝔟𝔞𝔥𝔴𝔞 𝔧𝔦𝔨𝔞 𝔭𝔢𝔯𝔟𝔲𝔞𝔱𝔞𝔫 𝔰𝔲𝔞𝔪𝔦 𝔶𝔞𝔫𝔤 𝔪𝔢𝔫𝔤𝔦𝔯𝔦𝔪 𝔭𝔢𝔰𝔞𝔫 𝔪𝔢𝔰𝔯𝔞 𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔭𝔢𝔯𝔢𝔪𝔭𝔲𝔞𝔫 𝔩𝔞𝔦𝔫 𝔪𝔢𝔫𝔤𝔞𝔨𝔦𝔟𝔞𝔱𝔨𝔞𝔫 𝔰𝔲𝔞𝔪𝔦 𝔡𝔞𝔫 𝔦𝔰𝔱𝔯𝔦 𝔱𝔢𝔯𝔲𝔰-𝔪𝔢𝔫𝔢𝔯𝔲𝔰 𝔟𝔢𝔯𝔰𝔢𝔩𝔦𝔰𝔦𝔥 𝔡𝔞𝔫 𝔟𝔢𝔯𝔱𝔢𝔫𝔤𝔨𝔞𝔯, 𝔰𝔢𝔥𝔦𝔫𝔤𝔤𝔞 𝔱𝔦𝔡𝔞𝔨 𝔞𝔡𝔞 𝔥𝔞𝔯𝔞𝔭𝔞𝔫 𝔞𝔨𝔞𝔫 𝔥𝔦𝔡𝔲𝔭 𝔯𝔲𝔨𝔲𝔫 𝔩𝔞𝔤𝔦 𝔡𝔞𝔩𝔞𝔪 𝔯𝔲𝔪𝔞𝔥 𝔱𝔞𝔫𝔤𝔤𝔞, 𝔥𝔞𝔩 𝔦𝔫𝔦 𝔟𝔦𝔰𝔞 𝔪𝔢𝔫𝔧𝔞𝔡𝔦 𝔞𝔩𝔞𝔰𝔞𝔫 𝔭𝔢𝔯𝔠𝔢𝔯𝔞𝔦𝔞𝔫, 𝔰𝔢𝔟𝔞𝔤𝔞𝔦𝔪𝔞𝔫𝔞 𝔡𝔦𝔞𝔱𝔲𝔯 𝔡𝔞𝔩𝔞𝔪 𝔓𝔢𝔫𝔧𝔢𝔩𝔞𝔰𝔞𝔫 𝔓𝔞𝔰𝔞𝔩 39 𝔞𝔶𝔞𝔱 (2) 𝔘𝔘 𝔓𝔢𝔯𝔨𝔞𝔴𝔦𝔫𝔞𝔫 𝔧𝔬. 𝔓𝔞𝔰𝔞𝔩 19 𝔓𝔓 9/1975 𝔡𝔞𝔫 𝔓𝔞𝔰𝔞𝔩 116 𝔎ℌℑ. 𝔖𝔢𝔩𝔞𝔦𝔫 𝔦𝔱𝔲, 𝔰𝔲𝔞𝔪𝔦 𝔶𝔞𝔫𝔤 𝔪𝔢𝔩𝔞𝔨𝔲𝔨𝔞𝔫 𝔨𝔢𝔨𝔢𝔧𝔞𝔪𝔞𝔫 𝔞𝔱𝔞𝔲 𝔭𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫𝔦𝔞𝔶𝔞𝔞𝔫 𝔟𝔢𝔯𝔞𝔱 𝔧𝔲𝔤𝔞 𝔡𝔞𝔭𝔞𝔱 𝔪𝔢𝔫𝔧𝔞𝔡𝔦 𝔞𝔩𝔞𝔰𝔞𝔫 𝔭𝔢𝔯𝔠𝔢𝔯𝔞𝔦𝔞𝔫.
𝔓𝔢𝔫𝔧𝔢𝔩𝔞𝔰𝔞𝔫 𝔩𝔢𝔟𝔦𝔥 𝔩𝔞𝔫𝔧𝔲𝔱 𝔡𝔞𝔭𝔞𝔱 𝔄𝔫𝔡𝔞 𝔟𝔞𝔠𝔞 𝔲𝔩𝔞𝔰𝔞𝔫 𝔡𝔦 𝔟𝔞𝔴𝔞𝔥 𝔦𝔫𝔦.
ULASAN SELENGKAPNYA;
Terimakasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Sebelumnya, kami turut prihatin dan bersimpati sehubungan dengan masalah yang dihadapi sang istri. Perceraian hendaknya menjadi jalan terakhir setelah semua upaya penyelesaian perselisihan antara suami-istri telah dilakukan. Semua cara yang dianggap baik untuk menyelamatkan perkawinan, menurut kami, harus dan sangat pantas diupayakan oleh suami dan istri.
Alasan Perceraian
Pada dasarnya, untuk dapat melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.[¹] Kemudian, alasan yang dapat menjadi penyebab perceraian adalah:[²]
a. salah satu pihak
berbuat zina
dengan pembuktian
atau menjadi
pemabuk, pemadat,
penjudi, dan lain
sebagainya yang
sukar disembuhkan;
b. salah satu pihak
meninggalkan pihak
lain selama 2 tahun
berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan
tanpa alasan yang
sah atau karena hal
lain diluar
kemampuannya;
c. salah satu pihak
mendapat hukuman
penjara 5 tahun atau
hukuman yang lebih
berat setelah
perkawinan
berlangsung;
d. salah satu pihak
melakukan
kekejaman atau
penganiayaan
berat yang
membahayakan
pihak yang lain;
e. salah satu pihak
mendapat cacat
badan atau penyakit
dengan akibat tidak
dapat menjalankan
kewajibannya
sebagai suami/istri;
f. antara suami dan
istri terus-menerus
terjadi perselisihan
dan pertengkaran
dan tidak ada
harapan akan
hidup rukun lagi
dalam rumah
tangga;
g. suami melanggar
taklik talak; dan
h. peralihan agama
atau murtad yang
menyebabkan
terjadinya
ketidakrukunan
dalam rumah
tangga.
Tindak Pidana Perzinaan
Perlu diketahui bahwa k͟e͟t͟e͟n͟t͟u͟a͟n͟ h͟u͟k͟u͟m͟ p͟i͟d͟a͟n͟a͟ d͟i͟ I͟n͟d͟o͟n͟e͟s͟i͟a͟ t͟i͟d͟a͟k͟ m͟e͟n͟g͟e͟n͟a͟l͟ i͟͟s͟͟t͟͟i͟͟l͟͟a͟͟h͟͟ b͟e͟r͟s͟e͟l͟i͟n͟g͟k͟u͟h͟ m͟e͟l͟a͟l͟u͟i͟ m͟e͟d͟i͟a͟ s͟o͟s͟i͟a͟l͟ (dalam hal ini termasuk WA), melainkan h͟a͟n͟y͟a͟ m͟e͟n͟g͟e͟n͟a͟l͟ s͟e͟l͟i͟n͟g͟k͟u͟h͟ s͟e͟c͟a͟r͟a͟ t͟e͟r͟s͟i͟r͟a͟t͟ dalam bentuk pasal perzinaan (overspel). Adapun hal ini diatur dalam Pasal 284 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[³] yaitu tahun 2026, sebagai berikut:
Pasal 284 KUHP
- Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan:
- a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
- b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
- a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
- b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
- T͟i͟d͟a͟k͟ d͟i͟l͟a͟k͟u͟k͟a͟n͟ p͟e͟n͟u͟n͟t͟u͟t͟a͟n͟ m͟e͟l͟a͟i͟n͟k͟a͟n͟ a͟t͟a͟s͟ p͟e͟n͟g͟a͟d͟u͟a͟n͟ s͟͟u͟͟a͟͟m͟͟i͟͟/i͟s͟t͟r͟i͟ y͟a͟n͟g͟ t͟͟e͟͟r͟͟c͟͟e͟͟m͟͟a͟͟r͟͟, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
- Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
- P͟e͟n͟g͟a͟d͟u͟a͟n͟ d͟a͟p͟a͟t͟ d͟i͟t͟a͟r͟i͟k͟ k͟e͟m͟b͟a͟l͟i͟ s͟e͟l͟a͟m͟a͟ p͟e͟m͟e͟r͟i͟k͟s͟a͟a͟n͟ d͟a͟l͟a͟m͟ s͟i͟d͟a͟n͟g͟ p͟e͟n͟g͟a͟d͟i͟l͟a͟n͟ b͟e͟l͟u͟m͟ d͟͟i͟͟m͟͟u͟͟l͟͟a͟͟i͟͟.
- Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.
Pasal 411 UU 1/2023
- Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[⁴]
- Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) t͟i͟d͟a͟k͟ d͟i͟l͟a͟k͟u͟k͟a͟n͟ p͟e͟n͟u͟n͟t͟u͟t͟a͟n͟ k͟e͟c͟u͟a͟l͟i͟ a͟t͟a͟s͟ p͟e͟n͟g͟a͟d͟u͟a͟n͟:
- a. suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan.
- b. Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
- Terhadap pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30.
- P͟e͟n͟g͟a͟d͟u͟a͟n͟ d͟a͟p͟a͟t͟ d͟i͟t͟a͟r͟i͟k͟ k͟e͟m͟b͟a͟l͟i͟ s͟e͟l͟a͟m͟a͟ p͟e͟m͟e͟r͟i͟k͟s͟a͟a͟n͟ d͟͟i͟͟ s͟i͟d͟a͟n͟g͟ b͟e͟l͟u͟m͟ d͟͟i͟͟m͟͟u͟͟l͟͟a͟͟i͟͟.
Mengenai pasal ini, R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 209), menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan z͟i͟n͟a͟ adalah p͟e͟r͟s͟e͟t͟u͟b͟u͟h͟a͟n͟ y͟a͟n͟g͟ d͟i͟l͟a͟k͟u͟k͟a͟n͟ o͟l͟e͟h͟ l͟a͟k͟i͟-l͟a͟k͟i͟ a͟t͟a͟u͟ p͟e͟r͟e͟m͟p͟u͟a͟n͟ y͟a͟n͟g͟ t͟e͟l͟a͟h͟ k͟a͟w͟i͟n͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ p͟e͟r͟e͟m͟p͟u͟a͟n͟ a͟t͟a͟u͟ l͟a͟k͟i͟-l͟a͟k͟i͟ y͟a͟n͟g͟ b͟u͟k͟a͟n͟ i͟s͟t͟r͟i͟ a͟t͟a͟u͟ s͟͟u͟͟a͟͟m͟͟i͟͟n͟͟y͟͟a͟͟. Lalu, u͟n͟t͟u͟k͟ d͟a͟p͟a͟t͟ d͟i͟k͟e͟n͟a͟k͟a͟n͟ p͟a͟s͟a͟l͟ t͟͟e͟͟r͟͟s͟͟e͟͟b͟͟u͟͟t͟͟, p͟e͟r͟s͟e͟t͟u͟b͟u͟h͟a͟n͟ h͟a͟r͟u͟s͟ d͟i͟l͟a͟k͟u͟k͟a͟n͟ a͟t͟a͟s͟ d͟a͟s͟a͟r͟ s͟u͟k͟a͟ s͟a͟m͟a͟ s͟͟u͟͟k͟͟a͟͟, tidak boleh ada paksaan dari salah satu pihak.
Selain itu, delik tersebut merupakan delik aduan absolut, sehingga t͟i͟d͟a͟k͟ d͟a͟p͟a͟t͟ d͟i͟t͟u͟n͟t͟u͟t͟ j͟i͟k͟a͟ t͟i͟d͟a͟k͟ a͟d͟a͟ p͟e͟n͟g͟a͟d͟u͟a͟n͟ d͟a͟r͟i͟ s͟͟u͟͟a͟͟m͟͟i͟͟/i͟s͟t͟r͟i͟ y͟a͟n͟g͟ d͟i͟r͟u͟g͟i͟k͟a͟n͟ R. Soesilo juga menambahkan bahwa pengaduan ini tidak boleh dibelah. Misalnya, apabila laki-laki (A) mengadukan bahwa istrinya (B) telah berzina dengan laki-laki lain (C), maka (B) sebagai yang melakukan perzinaan dan C sebagai yang turut melakukan perzinaan, k͟͟e͟͟d͟͟u͟͟a͟͟-d͟u͟a͟n͟y͟a͟ h͟a͟r͟u͟s͟ d͟͟i͟͟t͟͟u͟͟n͟͟t͟͟u͟͟t͟͟.[⁵]
Berdasarkan ketentuan dalam KUHP maupun UU 1/2023, p͟i͟h͟a͟k͟ s͟u͟a͟m͟i͟ h͟a͟n͟y͟a͟ d͟a͟p͟a͟t͟ d͟i͟p͟i͟d͟a͟n͟a͟ j͟i͟k͟a͟ p͟e͟r͟s͟e͟l͟i͟n͟g͟k͟u͟h͟a͟n͟ t͟e͟r͟s͟e͟b͟u͟t͟ m͟e͟l͟i͟b͟a͟t͟k͟a͟n͟ p͟͟͟e͟͟͟r͟͟͟s͟͟͟e͟͟͟t͟͟͟u͟͟͟b͟͟͟u͟͟͟h͟͟͟a͟͟͟n͟͟͟, d͟a͟n͟ d͟i͟s͟e͟r͟t͟a͟k͟a͟n͟ b͟u͟k͟t͟i͟ k͟͟o͟͟n͟͟k͟͟r͟͟e͟͟t͟͟. J͟i͟k͟a͟ h͟a͟n͟y͟a͟ m͟e͟n͟g͟i͟r͟i͟m͟ p͟e͟s͟a͟n͟ m͟e͟s͟r͟a͟ m͟͟e͟͟l͟͟a͟͟l͟͟u͟͟i͟͟ W͟A͟ a͟t͟a͟u͟ m͟e͟d͟i͟a͟ s͟o͟s͟i͟a͟l͟ l͟͟a͟͟i͟͟n͟͟n͟͟y͟͟a͟͟, k͟e͟d͟u͟a͟n͟y͟a͟ (p͟i͟h͟a͟k͟ s͟u͟a͟m͟i͟ d͟a͟n͟ p͟e͟r͟e͟m͟p͟u͟a͟n͟ l͟͟a͟͟i͟͟n͟͟) t͟i͟d͟a͟k͟ d͟a͟p͟a͟t͟ d͟i͟j͟a͟t͟u͟h͟i͟ p͟i͟d͟a͟n͟a͟ p͟͟e͟͟r͟͟z͟͟i͟͟n͟͟a͟͟a͟͟n͟͟.
Untuk mempermudah pemahaman Anda, kami mencontohkan kasus serupa dalam Putusan PN Klaten No. 15/PID.B/2013/PN.KLT, bahwa p͟e͟r͟z͟i͟n͟a͟a͟n͟ b͟i͟s͟a͟ d͟i͟m͟u͟l͟a͟i͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ k͟o͟m͟u͟n͟i͟k͟a͟s͟i͟ v͟i͟a͟ a͟l͟a͟t͟ k͟͟o͟͟m͟͟u͟͟n͟͟i͟͟k͟͟a͟͟s͟͟i͟͟. Dalam putusan ini, sebelum terdakwa dan saksi melakukan perzinaan, mereka terlebih dahulu berkomunikasi via telepon hingga akhirnya melakukan perzinaan.
Maka, dapat kami simpulkan bahwa bukti chat mesra dengan perempuan lain bisa digunakan untuk membuat laporan kepolisian sebagai bukti awal tindakan perselingkuhan dan perzinaan, karena komunikasi tersebut bisa mengarahkan kepada perzinaan. Akan tetapi, untuk membuktikan terjadinya perzinaan, m͟a͟k͟a͟ d͟i͟b͟u͟t͟u͟h͟k͟a͟n͟ b͟u͟k͟t͟i͟ l͟a͟i͟n͟ y͟a͟n͟g͟ b͟͟e͟͟n͟͟a͟͟r͟͟, f͟͟a͟͟l͟͟i͟͟e͟͟d͟͟, d͟a͟n͟ m͟e͟n͟y͟a͟t͟a͟k͟a͟n͟ t͟e͟l͟a͟h͟ t͟e͟r͟j͟a͟d͟i͟ p͟e͟r͟s͟e͟t͟u͟b͟u͟h͟a͟n͟ sebagaimana unsur yang dimuat di Pasal 284 KUHP atau Pasal 411 UU 1/2023.
Namun, perlu diketahui bahwa jika perbuatan suami yang mengirim pesan mesra dengan perempuan lain mengakibatkan suami dan istri terus-menerus berselisih dan bertengkar, sehingga tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga, hal ini bisa menjadi alasan perceraian, sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan jo. Pasal 19 PP 9/1975, dan Pasal 116 KHI. Jadi, istri juga perlu menyampaikan bukti kepada pengadilan bahwa antara dia dan suami sering terjadi perselisihan dan pertengkaran sedemikian rupa sehingga tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi sebagai suami istri.
Pembuktian dalam Hukum Acara Perdata
Adapun menurut Tri Jata Ayu Pramesti (penulis sebelumnya), chat mesra hanyalah salah satu bukti yang dapat diajukan di persidangan, yaitu sebagai alat bukti tulisan. Chat mesra tersebut perlu didukung oleh alat bukti lainnya seperti saksi (minimal 2 orang), persangkaan, pengakuan, atau sumpah. Alat-alat bukti dalam hukum acara perdata ini diatur dalam Pasal 1866 KUH Perdata.
Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata (hal. 623), t͟i͟d͟a͟k͟ s͟e͟l͟a͟m͟a͟n͟y͟a͟ s͟͟e͟͟n͟͟g͟͟k͟͟e͟͟t͟͟a͟͟ p͟e͟r͟d͟a͟t͟a͟ d͟a͟p͟a͟t͟ d͟i͟b͟u͟k͟t͟i͟k͟a͟n͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ a͟l͟a͟t͟ b͟u͟k͟t͟i͟ t͟u͟l͟i͟s͟a͟n͟ a͟t͟a͟u͟ a͟͟k͟͟t͟͟a͟͟. Dalam kenyataan bisa terjadi sama sekali penggugat tidak memiliki alat bukti tulisan untuk membuktikan dalil gugatan. Dalam peristiwa yang demikian, jalan keluar yang dapat ditempuh penggugat untuk membuktikan dalil gugatannya ialah dengan jalan menghadirkan s͟a͟k͟s͟i͟-s͟a͟k͟s͟i͟ y͟a͟n͟g͟ k͟e͟b͟e͟t͟u͟l͟a͟n͟ m͟e͟l͟i͟h͟a͟t͟ l͟͟a͟͟n͟͟g͟͟s͟͟u͟͟n͟͟g͟͟, m͟͟e͟͟n͟͟g͟͟a͟͟l͟͟a͟͟m͟͟i͟͟, a͟t͟a͟u͟ m͟e͟n͟d͟e͟n͟g͟a͟r͟ s͟e͟n͟d͟i͟r͟i͟ k͟e͟j͟a͟d͟i͟a͟n͟ y͟a͟n͟g͟ d͟͟i͟͟p͟͟e͟͟r͟͟k͟͟a͟͟r͟͟a͟͟k͟͟a͟͟n͟͟.
Oleh karena itu, sebagaimana penjelasan kami di atas dan contoh kasus perceraian yang kami berikan, dapat disimpulkan bahwa chat mesra hanyalah sebagai salah satu bukti, tetapi perlu didukung oleh alat bukti lain untuk keperluan pembuktian di persidangan perceraian, yakni salah satunya pembuktian dengan saksi diatas sumpah. Pada akhirnya, hakimlah yang melakukan penilaian pembuktian berdasar keterangan dan penjelasan yang diberikan di persidangan.
Cerai Gugat
Lalu, karena dalam pertanyaan Anda yang ingin mengajukan cerai adalah istri, maka istilah yang digunakan adah cerai gugat. Secara sederhana, cerai gugat atau gugatan cerai adalah gugatan yang diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat.[⁶] Secara khusus, dalam KHI, c͟e͟r͟a͟i͟ g͟u͟g͟a͟t͟ adalah g͟u͟g͟a͟t͟a͟n͟ y͟a͟n͟g͟ d͟i͟a͟j͟u͟k͟a͟n͟ o͟l͟e͟h͟ i͟s͟t͟r͟i͟ a͟t͟a͟u͟ k͟u͟a͟s͟a͟n͟y͟a͟ p͟a͟d͟a͟ P͟e͟n͟g͟a͟d͟i͟l͟a͟n͟ A͟g͟a͟m͟a͟ y͟a͟n͟g͟ d͟a͟e͟r͟a͟h͟ h͟u͟k͟u͟m͟n͟y͟a͟ m͟e͟w͟i͟l͟a͟y͟a͟h͟i͟ t͟e͟m͟p͟a͟t͟ t͟i͟n͟g͟g͟a͟l͟ p͟e͟n͟g͟g͟u͟g͟a͟t͟ kecuali istri meninggalkan kediaman tanpa izin suami.[⁷]
Contoh Putusan
Sebagai contoh lain, kita dapat melihat Putusan MA No. 0044/Pdt.G/2013/PA.Plg mengenai gugatan cerai yang diajukan oleh istri (penggugat) terhadap suaminya (tergugat).
Berdasarkan putusan tersebut, penggugat mendalilkan bahwa pada awalnya rumah tangga penggugat dan tergugat berjalan rukun dan harmonis selama kurang lebih 15 tahun. Namun, setelah itu rumah tangga penggugat-tergugat sudah tidak ada lagi keharmonisan disebabkan tergugat menjalin hubungan asmara dengan wanita lain. Adapun hal ini diketahui penggugat karena penggugat sering melihat banyaknya SMS mesra di HP milik tergugat dari wanita selingkuhan tergugat. Bahkan, penggugat juga pernah memergoki tergugat sedang berduaan di dalam rumah kontrakan wanita tersebut, sehingga memicu terjadinya perselisihan dan pertengkaran antara penggugat dan tergugat.
Selain itu, menurut penggugat, tergugat pernah mengancam akan membunuh penggugat dengan senjata tajam apabila penggugat membawa pergi barang-barang rumah tangga yang ada di dalam rumah. Hal ini membuat penggugat merasa sudah tidak ada lagi kenyamanan untuk berumah tangga dengan tergugat. Majelis hakim akhirnya menetapkan bahwa perkawinan antara penggugat dan tergugat putus karena perceraian.
Jika Terjadi KDRT
Selain isu perselingkuhan/perzinaan, Anda juga menyebutkan bahwa pihak suami melakukan kekerasan dalam rumah tangga (“KDRT”). Sebagaimana telah disebutkan dalam Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan jo. Pasal 19 PP 9/1975 dan Pasal 116 KHI, jika satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain, hal ini juga bisa menjadi alasan perceraian.
Menurut Pasal 1 angka 1 UU PKDRT, KDRT adalah s͟e͟t͟i͟a͟p͟ p͟e͟r͟b͟u͟a͟t͟a͟n͟ t͟e͟r͟h͟a͟d͟a͟p͟ s͟e͟s͟e͟o͟r͟a͟n͟g͟ t͟e͟r͟u͟t͟a͟m͟a͟ p͟e͟r͟e͟m͟p͟u͟a͟n͟ (i͟͟s͟͟t͟͟r͟͟i͟͟), y͟a͟n͟g͟ b͟e͟r͟a͟k͟i͟b͟a͟t͟ t͟i͟m͟b͟u͟l͟n͟y͟a͟ k͟e͟s͟e͟n͟g͟s͟a͟r͟a͟a͟n͟ a͟t͟a͟u͟ p͟e͟n͟d͟e͟r͟i͟t͟a͟a͟n͟ s͟e͟c͟a͟r͟a͟ f͟͟i͟͟s͟͟i͟͟k͟͟, s͟͟e͟͟k͟͟s͟͟u͟͟a͟͟l͟͟, p͟͟s͟͟i͟͟k͟͟o͟͟l͟͟o͟͟g͟͟i͟͟s͟͟, dan/atau p͟e͟n͟e͟l͟a͟n͟t͟a͟r͟a͟n͟ r͟u͟m͟a͟h͟ t͟a͟n͟g͟g͟a͟ t͟e͟r͟m͟a͟s͟u͟k͟ a͟n͟c͟a͟m͟a͟n͟ u͟n͟t͟u͟k͟ m͟e͟l͟a͟k͟u͟k͟a͟n͟ p͟͟e͟͟r͟͟b͟͟u͟͟a͟͟t͟͟a͟͟n͟͟, p͟͟e͟͟m͟͟a͟͟k͟͟s͟͟a͟͟a͟͟n͟͟, atau p͟e͟r͟a͟m͟p͟a͟s͟a͟n͟ k͟e͟m͟e͟r͟d͟e͟k͟a͟a͟n͟ s͟e͟c͟a͟r͟a͟ m͟e͟l͟a͟w͟a͟n͟ h͟u͟k͟u͟m͟ d͟a͟l͟a͟m͟ l͟i͟n͟g͟k͟u͟p͟ r͟u͟m͟a͟h͟ t͟͟a͟͟n͟͟g͟͟g͟͟a͟͟.
- Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara fisik maupun psikis.[⁸]
Bagi suami/istri yang melakukan KDRT dalam bentuk fisik, dapat diancam Pasal 44 UU PKDRT, sebagai berikut:
- Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp15 juta.
- Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp30 juta.
- Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp45 juta.
- Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp5 juta.
Sedangkan suami/istri yang melakukan KDRT dalam bentuk psikis, dapat diancam Pasal 45 UU PKDRT, yang berbunyi:
- Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau denda paling banyak Rp9 juta.
- Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp3 juta.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat dan dapat dijadikan pembelajaran untuk kita semua terlebih untuk penanya dan Paralegal ubklawyers pada khususnya.
D͟a͟s͟a͟r͟ H͟u͟k͟u͟m͟:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga;
- Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
- Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.
Artikel ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Ingin Gugat Cerai Karena SMS Mesra di HP Suami, yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 03 Mei 2013. Dipublikasikan kedua oleh “..Hukumonline.com..” dengan judul Selingkuh Lewat Medsos Bisa Jadi Alasan Cerai? Pada 13 November 2025. Dan diteruskan oleh ubklawyers pada tanggal 24 November 2025M/03 Jumadil Akhir 1447H.
Seluruh Informasi Hukum yang ada di LBH-UMAR BIN KHATTAB disiapkan semata-mata untuk t͟͟͟u͟͟͟j͟͟͟u͟͟͟a͟͟͟n͟͟͟ p͟͟e͟͟n͟͟d͟͟i͟͟d͟͟i͟͟k͟͟a͟͟n͟͟, p͟e͟m͟b͟e͟l͟a͟j͟a͟r͟a͟n͟ dan b͟e͟r͟s͟i͟f͟a͟t͟ u͟m͟u͟m͟. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Pengacara, Konsultan Hukum dan/atau Paralegal UBK LAWYERS.
Sedang menghadapi permasalahan hukum? A͟j͟u͟k͟a͟n͟ p͟e͟r͟t͟a͟n͟y͟a͟a͟n͟ melalui email, telepon atau chat.👇🏼
Email:
ubklawyer@gmail.com
Telepon/Chat:
089666552118
Berkenan G͟a͟b͟u͟n͟g͟ G͟r͟o͟u͟p͟, untuk jadi bagian Keluarga Besar UBK LAWYERS. Klik link dibawah.👇🏼
I͟K͟U͟T͟I͟ W͟h͟a͟t͟s͟A͟p͟p͟ C͟h͟a͟n͟n͟e͟l͟ LBH-UMAR BIN KHATTAB. Untuk memperkaya Riset Hukum Anda, klik link dibawah.👇🏼
🇮🇩🇵🇸🇮🇩🇵🇸🇮🇩🇵🇸
#cerdashukum
#studylawtogether
#ubklawyers
