Oleh: Suhaeli Nawawi, Pembina YWI
INDRAMAYU — ●ABSTRAK: Ayat QS. Al-Qamar [54]:49, “Inna kulla syai’in khalaqnāhu biqadar” — “Sesungguhnya Kami telah menciptakan segala sesuatu menurut ukuran” — merupakan salah satu pernyataan teologis yang sangat kuat tentang keteraturan semesta. Ketika dibaca melalui lensa kosmologi modern dan fisika atomik, ayat ini menyingkap realitas bahwa seluruh struktur alam — dari galaksi hingga elektron — tunduk pada sistem ukuran yang sangat presisi. Tulisan ini mengkaji relasi antara makna qadar (ukuran, ketetapan, dan keseimbangan) dalam Al-Qur’an dengan prinsip fine-tuning dalam kosmologi serta keteraturan hukum-hukum pada skala subatomik, untuk menunjukkan bahwa keteraturan fisik adalah cerminan kebijaksanaan Ilahi.
●PENDAHULUAN=> Dari Ayat Wahyu ke Ayat Kauniyah: Al-Qur’an menggugah manusia untuk merenungkan keteraturan semesta sebagai tanda kebesaran Pencipta. Salah satu ayat yang paling kuat dalam hal ini adalah:
إِنَّ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Qamar [54]:49)
Kata qadar (قَدَر) secara semantik mencakup makna ukuran, takaran, keseimbangan, dan ketentuan yang pasti. Dalam konteks kosmologi, konsep ini mengandung resonansi dengan prinsip “fine-tuning of the universe” — gagasan bahwa seluruh konstanta alam semesta disetel secara presisi sehingga kehidupan mungkin terjadi. Dengan demikian, ayat ini bukan hanya pernyataan metafisik, melainkan undangan epistemik bagi manusia untuk membaca hukum-hukum Allah dalam ciptaan.
●KETERATURAN KOSMIK=> PRESISI PADA SKALA SEMESTA: Jika kita mengamati skala makrokosmos, keteraturan itu begitu nyata.
Rotasi dan revolusi Bumi terjadi dalam keseimbangan dinamis: cukup cepat untuk menjaga gravitasi, tapi tidak terlalu cepat sehingga menyebabkan ketidakseimbangan gaya sentrifugal.
Jarak Bumi dari Matahari ditempatkan dalam zona habitasi (habitable zone) yang ideal untuk mempertahankan air dalam wujud cair — syarat utama kehidupan.
Komposisi atmosfer pun ditetapkan secara presisi: 21% oksigen, 78% nitrogen, dan sedikit gas lain. Kadar ini cukup untuk menopang metabolisme, tetapi tidak berlebihan hingga menyebabkan kebakaran spontan.
Konstanta gravitasi (G), kecepatan cahaya (c), dan konstanta Planck (h) memiliki nilai tetap yang memungkinkan bintang bersinar, planet beredar, dan unsur kimia terbentuk.
Dalam pandangan ilmuwan modern seperti Paul Davies dan Martin Rees, sedikit saja penyimpangan dari nilai-nilai ini — bahkan hanya 1 banding 10^60 — akan membuat alam semesta tidak stabil dan kehidupan mustahil muncul. Kesetimbangan ini memperlihatkan makna ayat Al-Qamar: segala sesuatu ada dalam ukuran dan ketetapan yang pasti.
●KETERATURAN PADA SKALA ATOMIK=> HARMONI DI DUNIA TERSEMBUNYI: Jika kita menurunkan pandangan dari skala kosmik ke skala atomik, kita menemukan cerminan yang sama dari qadar — ukuran dan aturan yang presisi.
1.Tingkat Energi Elektron
Elektron tidak bergerak sembarangan, melainkan menempati tingkat energi diskret sebagaimana dijelaskan oleh mekanika kuantum. Jika elektron tidak tunduk pada hukum ini, atom akan runtuh, dan materi tidak akan eksis.
2.Gaya Nuklir Kuat dan Lemah
Di dalam inti atom, gaya nuklir kuat menahan proton dan neutron agar tetap bersatu. Jika gaya ini sedikit lebih lemah, inti akan hancur; jika lebih kuat, reaksi bintang akan berhenti. Hukum ini adalah fondasi kestabilan unsur-unsur kimia di alam semesta.
3.Gaya Elektromagnetik dan Ikatan Kimia
Gaya ini memungkinkan atom-atom bergabung membentuk molekul. Perubahan sedikit saja dalam muatan elektron atau konstanta Coulomb akan menghancurkan kestabilan molekul karbon — dasar dari kehidupan organik.
4.Prinsip Ketidakpastian Heisenberg dan Struktur Materi
Prinsip ini, meski tampak “acak”, justru memastikan bahwa partikel-partikel tidak saling meniadakan. “Ketidakteraturan kuantum” inilah yang membentuk “tata aturan probabilistik” — ironi yang menegaskan keteraturan dalam ketidakteraturan.
Semua fenomena ini adalah qadar mikroskopik — ukuran yang Allah tetapkan dalam ciptaan, agar kehidupan dapat terbangun dari harmoni hukum-hukum terkecil.
● INTEGRASI TEOLOGIS: QADAR, SUNNATULLAH, DAN FINE-TUNING: Dalam tafsir Al-Rāzi dan Al-Qurthubi, biqadar dimaknai sebagai “ala taqdīr muḥkam” — berdasarkan ukuran yang pasti dan tertata.
Dengan demikian, qadar bukan hanya konsep metafisik tentang takdir, tetapi juga konsep kosmologis tentang ukuran dan keteraturan dalam ciptaan.
Ilmu pengetahuan modern kini mengonfirmasi bahwa seluruh alam semesta tunduk pada hukum tetap yang bersifat universal — sebuah Sunnatullah yang bekerja konsisten dari tingkat partikel hingga planet. Dalam bahasa modern, ini identik dengan konsep determinasi fisikal dan hukum kekekalan energi (law of conservation), yang mengandung prinsip keseimbangan kuantitatif — sebagaimana yang diisyaratkan oleh istilah qadar.
Namun, perbedaan fundamental tetap ada:
sains hanya mengukur hukum-hukum itu, sedangkan Al-Qur’an menegaskan asal-usul hukum-hukum tersebut — yaitu kehendak dan kebijaksanaan Allah. Dengan kata lain, hukum alam bukan berdiri sendiri, tetapi merupakan manifestasi dari irādah Ilahiyyah (kehendak Tuhan).
●KESIMPULAN=> MENEMUKAN TAUHID DALAM KETERATURAN: Keteraturan semesta — baik pada skala kosmos maupun atom — bukanlah hasil kebetulan, tetapi manifestasi dari prinsip qadar yang disebut dalam QS. Al-Qamar [54]:49.
Dalam pandangan Islam, hukum-hukum fisika bukan sekadar formula matematis, melainkan ayat-ayat Allah dalam bentuk materi. Ia menunjukkan bahwa Pencipta bekerja melalui keseimbangan, ketepatan, dan ukuran yang sempurna.
Maka, sebagaimana Allah menata alam semesta dengan ukuran, manusia pun harus menata hidupnya dengan ukuran — takaran yang disebut ‘adl (keadilan), mīzān (keseimbangan), dan hikmah (kebijaksanaan). Kerapian semesta adalah cermin dari sunnatullah yang menuntun manusia menuju tauhid: bahwa di balik hukum, ada Pengatur; di balik ukuran, ada Pengukur.
“Dan tidaklah kamu diberi ilmu melainkan sedikit.” (QS. Al-Isrā’ [17]:85)
Akhir kalam, والله اعلم بالصواب
