Oleh: Suhaeli Nawawi, Pembina YWI
INDRAMAYU — ● ABSTRAK: Tulisan ini berupaya menjembatani pemahaman antara konsep ruh dalam Islam dan konsep kesadaran dalam fisika kuantum. Dalam pandangan Islam, ruh merupakan entitas trans-fisik yang menjadi sumber kehidupan dan kesadaran manusia. Sementara itu, dalam paradigma fisika kuantum modern, kesadaran dipandang sebagai fenomena non-material yang muncul dari interaksi energi dan informasi pada level subatomik. Melalui pendekatan transposisi konseptual, artikel ini menunjukkan bahwa kedua konsep tersebut dapat dipertemukan tanpa saling meniadakan: ruh sebagai energi informasi primordial, dan kesadaran sebagai manifestasi operasionalnya dalam sistem biologis manusia.
●PENDAHULUAN: Diskursus tentang hubungan antara ruh dan kesadaran merupakan wilayah yang telah lama menjadi perhatian baik dalam teologi maupun sains modern. Dalam tradisi Islam, ruh dianggap sebagai hakikat kehidupan, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an: “Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah: Ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan tentangnya melainkan sedikit.” (QS Al-Isra’ [17]: 85)
Ayat ini menandaskan keterbatasan epistemik manusia dalam memahami ruh, namun juga membuka ruang bagi tafsir ilmiah yang tidak menafikan keimanan. Sementara itu, perkembangan fisika kuantum membawa perspektif baru terhadap realitas non-material seperti kesadaran, yang tidak lagi dipandang sekadar produk otak biologis, melainkan fenomena kuantum yang inheren dalam struktur realitas itu sendiri.
● RUH SEBAGAI ENTITAS NON-MATERIAL DAN ENERGETIK: Dalam kerangka Islam, ruh adalah ciptaan Allah yang bersifat amrī, yakni hadir melalui perintah langsung Tuhan, bukan melalui proses kausalitas materi. Ruh memberi kehidupan pada jasad dan menjadi penghubung antara domain fisik dan metafisik.
Jika diterjemahkan ke dalam bahasa fisika modern, ruh dapat dianalogikan sebagai bentuk energi laten — energi yang tidak tampak secara langsung namun berperan aktif dalam menata sistem kehidupan. Fisika kuantum mengenal konsep fluktuasi vakum dan entanglement, di mana fenomena non-lokal dapat saling memengaruhi tanpa perantara ruang dan waktu. Dalam tataran konseptual, sifat ini mirip dengan hakikat ruh yang bekerja melampaui dimensi ruang dan waktu biologis manusia.
● KESADARAN SEBAGAI MANIFESTASI RUH DALAM SISTEM BIOLOGIS
Salah satu teori ilmiah yang membuka ruang bagi spiritualitas dalam sains adalah teori Orch-OR (Orchestrated Objective Reduction) yang dikembangkan oleh Roger Penrose dan Stuart Hameroff. Teori ini menyatakan bahwa kesadaran muncul dari proses kuantum di dalam mikrotubulus neuron otak, di mana superposisi keadaan kuantum runtuh secara terorkestrasi, menghasilkan moments of awareness.
Dalam konteks Islam, hal ini dapat dibaca sebagai tajalli (manifestasi) ruh ke dalam dunia material. Artinya, kesadaran adalah refleksi operasional dari ruh — pancaran non-material yang diimplementasikan melalui struktur biologis otak manusia. Dengan demikian, ruh dapat dipandang sebagai energi informasi primordial, sedangkan kesadaran merupakan modus fungsionalnya yang terikat pada tubuh jasmani.
4.Kekekalan Ruh dan Prinsip Energi
● KEKEKALAN RUH DAN PRINSIP ENERGI: Einstein menegaskan bahwa, “Energy cannot be created or destroyed, it can only be changed from one form to another.” (Einstein, Annalen der Physik, 1905)
Jika kesadaran adalah bentuk energi informasi kuantum, maka prinsip kekekalan energi secara filosofis dapat dikaitkan dengan ajaran Islam bahwa ruh tidak musnah, melainkan berpindah dari satu keadaan eksistensial ke keadaan lain.
Dalam pandangan teologis, kematian bukanlah terminasi ruh, melainkan transisi eksistensi dari sistem biologis ke domain non-fisik — suatu keadaan yang dalam Islam disebut alam barzakh.
Dengan demikian, ruh dan energi memiliki kesepadanan struktural: keduanya tidak dicipta atau dimusnahkan oleh mekanisme materi, melainkan mengalami transformasi dalam medium yang berbeda. Bedanya, energi fisik tunduk pada hukum termodinamika, sementara ruh berada pada tatanan eksistensial yang lebih tinggi, yakni “amr Allah”.
● INTEGRASI FISIKA DAN TEOLOGI: Pendekatan interdisipliner ini tidak bermaksud mereduksi ruh menjadi energi fisik, melainkan mengakui bahwa energi fisik merupakan pancaran paling rendah dari realitas ruhani. Dalam hierarki eksistensi Islam, ruh merupakan sumber kehidupan, sedangkan materi hanyalah wadahnya.
Melalui integrasi ini, fisika kuantum dapat dipahami sebagai jembatan epistemologis yang menjelaskan bagaimana ruh bekerja melalui sistem material, tanpa menjawab apa ruh itu sendiri. Sementara teologi memberikan kerangka ontologis bahwa semua bentuk kesadaran dan kehidupan berpangkal pada kehendak Ilahi.
●KESIMPULAN: Ruh dan kesadaran, meskipun berasal dari dua ranah epistemologis yang berbeda, dapat dipahami sebagai dua ekspresi dari satu hakikat eksistensial: energi ilahiah yang menghidupkan dan menyadarkan. Fisika kuantum menyediakan bahasa baru untuk menjelaskan mekanisme kehadiran ruh di dunia fisik tanpa kehilangan makna spiritualnya. Dengan demikian, hubungan antara ruh dan kesadaran bukanlah oposisi, melainkan kontinuitas — dari yang gaib menuju yang tampak, dari yang laten menuju yang aktual.
Akhir kalam, والله اعلم بالصواب
