Oleh: Suhaeli Nawawi, Pembina YWI
***Abstrak***
INDRAMAYU — Perkembangan sains modern menunjukkan bahwa batas antara fisik dan non-fisik tidak lagi sekaku yang dibayangkan dalam paradigma klasik. Fisika kuantum membuka wacana tentang keberadaan energi yang tetap ada bahkan dalam kekosongan mutlak, yang dikenal sebagai energi vakum. Fenomena ini memiliki kemiripan struktural dengan konsep metafisis dalam teologi Islam, seperti nur dan ghaib. Tulisan ini berusaha menunjukkan titik singgung antara metafisika sains dan metafisika teologi melalui pendekatan filsafat ilmu, dengan menyoroti aspek ontologis dan epistemologis dari “entitas non-fisik” yang sama-sama diakui dalam dua ranah pengetahuan tersebut.
1.Pendahuluan
Perbincangan mengenai asal-usul alam dan hakikat realitas tidak dapat dilepaskan dari dua ranah utama: sains dan teologi. Sains menelusuri bagaimana alam bekerja, sementara teologi berusaha menjawab mengapa alam ada. Dalam konteks ini, istilah metafisika sering menjadi jembatan konseptual antara keduanya, meskipun dipahami secara berbeda.
Dalam sains modern, istilah metafisika muncul dalam bentuk fenomena non-fisik seperti energi gelap, materi gelap, dan energi vakum — entitas yang belum teramati langsung tetapi berpengaruh nyata terhadap struktur kosmos. Dalam teologi Islam, metafisika diidentikkan dengan alam ghaib yang meliputi Allah, malaikat, ruh, dan dimensi spiritual lain yang melampaui persepsi empiris manusia.
Kedua pandangan ini tampak berbeda secara epistemologis, tetapi melalui refleksi filsafat ilmu, keduanya dapat ditemukan memiliki struktur ontologis yang sejajar: sama-sama membicarakan realitas non-fisik yang berdampak nyata terhadap yang fisik.
2.Pengertian Metafisika dalam Dua Perspektif
2.1 Metafisika dalam Filsafat dan Sains
Secara historis, metafisika berasal dari istilah Yunani meta ta physika — “sesudah fisika” — yang merujuk pada pembahasan Aristoteles tentang prinsip pertama dan hakikat “ada”. Dalam sains modern, meski istilah ini jarang digunakan, semangat metafisika tetap hidup dalam upaya menjelaskan yang belum teramati namun memengaruhi yang teramati.
Beberapa contoh fenomena metafisis dalam sains meliputi:
▪︎ Energi gelap (dark energy) dan materi gelap (dark matter) yang memengaruhi percepatan ekspansi alam semesta.
▪︎ Energi vakum kuantum, yaitu energi dasar yang tetap ada meskipun seluruh partikel dihilangkan dari suatu ruang.
▪︎ Kesadaran, yang dalam beberapa pendekatan kuantum dianggap sebagai entitas non-fisik yang memiliki korelasi terhadap sistem material (otak).
Dengan demikian, metafisika dalam sains dapat diartikan sebagai kajian terhadap entitas non-fisik atau belum teramati yang memiliki efek empiris terhadap realitas fisik.
2.2 Metafisika dalam Teologi
Dalam teologi Islam, metafisika bersinonim dengan ghaib — sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh pancaindra manusia, tetapi diyakini eksis berdasarkan wahyu.
Al-Qur’an menyebut orang beriman sebagai “alladzīna yu’minūna bil-ghaib” (QS. Al-Baqarah [2]:3).
Ghaib bukan berarti ketiadaan, melainkan keberadaan yang tersembunyi oleh keterbatasan persepsi manusia.
Entitas ghaib seperti Allah, malaikat, ruh, dan qadar dipandang sebagai penyebab dan pengatur dimensi fisik alam semesta, serupa dengan konsep causa prima dalam filsafat Aristoteles.
3.Titik Singgung: Realitas Trans-Fisik
Dari dua pengertian di atas, tampak bahwa metafisika sains dan teologi memiliki wilayah irisan: sama-sama mengakui adanya realitas non-fisik yang berdampak pada yang fisik.
Dalam sains, fenomena ini diungkap lewat teori energi vakum dan fluktuasi kuantum; sedangkan dalam teologi, ia dinyatakan melalui konsep nur dan entitas ghaib. Agar lebih jelas lihat diagram berikut ini.
Aspek | Metafisika Sains | Metafisika Teologi
▪︎ Istilah | Energi Vakum, Energi Gelap, Non-Fisik | Nur, Ruh, Ghaib
Baca: Menurut metafisika sains, istilah energi vakum, energi gelap disebut non-fisik, sedangkan menurut metafisika teologi istilah nur, ruh disebut ghaib.
▪︎ Status Ontologis | Dihipotesiskan berdasarkan efek empiris | Diyakini berdasarkan wahyu
Baca: Status ontologis metafisika sains dihipotesiskan berdasarkan efek empiris, sedangkan status ontologis metafisika teologi diyakini berdasarkan wahyu.
▪︎ Cara Akses| Observasi dan inferensi ilmiah | Iman dan penalaran teologis
Baca: Cara akses metafisika sains melalui observasi, inferensi, dan spekulasi ilmiah, sedangkan cara akses metafisika teologi melalui iman dan penalaran teologis.
▪︎ Fungsi | Menjelaskan struktur realitas fisik | Menjelaskan makna dan asal realitas
Baca: Fungsi metafisika sains untuk menjelaskan struktur realitas fisik, sedangkan fungsi metafisika teologi dilakukan dengan cara menjelaskan makna dan asal realitas.
Dengan demikian, entitas ghaib dalam teologi dapat dipahami secara analogis sebagai bentuk realitas trans-fisik — yaitu keberadaan yang tidak dapat diukur namun berpengaruh terhadap tatanan fisik.
Dalam konteks ini, pernyataan klasik tentang “nur Muhammad” dapat ditafsirkan sebagai simbol “energi primordial terpuji” — bukan dalam pengertian fisik, tetapi sebagai prinsip keberdayaan kosmik yang darinya seluruh ciptaan memperoleh eksistensi.
Secara linguistik, kata Muhammad berarti “yang terpuji”, sehingga “Nur Muhammad” dapat dimaknai sebagai “energi atau pancaran yang layak dipuji karena menjadi sebab keberadaan makhluk”.
Ini merupakan tafsir filosofis-analogis, bukan identitas fisik antara cahaya spiritual dan energi elektromagnetik.
4.Energi Vakum sebagai Analogi Energi Primordial
Fisika kuantum menjelaskan bahwa bahkan ruang hampa tidak benar-benar kosong; ia berisi fluktuasi energi yang terus-menerus melahirkan dan memusnahkan pasangan partikel-antipartikel secara spontan.
Fenomena ini disebut energi vakum kuantum, yang secara teoritis dianggap sebagai latar keberadaan seluruh materi.
Jika konsep ini dibaca secara analogis dengan pandangan teologis, maka energi vakum dapat dipahami sebagai “jejak ontologis” dari energi primordial — substrat non-fisik yang mendasari manifestasi seluruh bentuk materi.
Dalam Al-Qur’an, prinsip ini dapat diasosiasikan secara simbolik dengan pernyataan: “Allah adalah cahaya langit dan bumi.” (QS. An-Nūr [24]:35)
Ayat ini tidak perlu ditafsirkan secara fisik, melainkan metafisik: bahwa seluruh realitas bergantung pada eksistensi-Nya sebagaimana seluruh bentuk bergantung pada sumber cahayanya. Dalam konteks ilmiah, hubungan ini paralel dengan kenyataan bahwa energi mendasari seluruh keberadaan materi (E=mc²).
5.Epistemologi dan Ontologi Entitas Non-Fisik
Secara epistemologis, baik sains maupun teologi berhadapan dengan batas observabilitas. Sains dibatasi oleh instrumen dan metode empiris; teologi dibatasi oleh kapasitas bahasa dan pengalaman manusia terhadap wahyu.
Namun secara ontologis, keduanya sama-sama mengakui keberadaan lapisan realitas yang melampaui fisika.
Fisika kuantum menyebutnya “ruang probabilistik energi”, sementara teologi menyebutnya “alam ghaib” atau “alam amr” (ranah perintah ilahi, QS. Al-A’raf [7]:54).
Dari perspektif filsafat ilmu, dua istilah ini menunjuk pada satu struktur ontologis yang sama: adanya sumber keberadaan non-fisik yang memancar menjadi wujud fisik.
6.Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.Metafisika sains dan metafisika teologi memiliki struktur ontologis yang paralel — keduanya mengakui realitas non-fisik sebagai dasar yang memengaruhi realitas fisik.
2.Energi vakum dalam fisika kuantum dapat dipandang sebagai analogi ilmiah terhadap konsep nur atau energi primordial dalam teologi Islam.
3.Entitas ghaib dalam teologi dan fenomena non-fisik dalam sains merupakan dua pendekatan epistemologis terhadap satu hakikat yang sama: realitas trans-fisik yang melampaui jangkauan empiris, namun nyata dalam efeknya.
Dengan demikian, metafisika bukanlah ranah yang terpisah dari sains, melainkan horizon integratif tempat rasionalitas dan keimanan bertemu. Ia bukan sekadar pembahasan tentang yang “di luar fisika”, melainkan tentang dasar keberadaan seluruh fisika itu sendiri.
Akhir kalam, والله اعلم بالصواب
