Oleh: Suhaeli Nawawi, Pembina YWI
INDRAMAYU — ■PENDAHULUAN => TUBUH YANG HIDUP DARI CAHAYA: Setiap suapan makanan yang kita nikmati sejatinya bukan sekadar pengisi perut, tetapi bahan bakar bagi kehidupan — sumber energi yang menyalakan miliaran reaksi di dalam tubuh. Namun di balik proses biologis itu, ada rahasia spiritual yang lebih dalam: makanan yang halal dan thayyibah tidak hanya menghidupkan tubuh, tapi juga menerangi kesadaran manusia.
Dalam perspektif Islam, halal berarti sesuatu yang dibolehkan oleh Allah, sementara thayyibah bermakna baik, bersih, dan bermanfaat. Maka, makanan yang halal dan thayyibah bukan hanya memenuhi standar gizi, tetapi juga menjaga keseimbangan antara energi fisik dan energi ruhani.
■ OTAK SEBAGAI PUSAT LISTRIK DAN CAHAYA KEHIDUPAN: Secara ilmiah, otak manusia adalah generator listrik biologis yang luar biasa. Setiap neuron di otak berkomunikasi melalui impuls listrik yang dikenal sebagai potensial aksi, dihasilkan dari pergerakan ion-ion seperti natrium (Na⁺), kalium (K⁺), dan kalsium (Ca²⁺) di dalam membran sel. Ratusan miliar neuron menyalakan sinyal-sinyal ini setiap detik, menciptakan gelombang listrik otak yang dapat direkam melalui Electroencephalography (EEG).
Lebih menarik lagi, penelitian biofisik menunjukkan bahwa aktivitas neuron disertai pancaran cahaya biologis ultra-lemah yang disebut biophoton.
Menurut Fritz-Albert Popp (1992), biophoton adalah bentuk komunikasi seluler berbasis cahaya, yang menjaga keteraturan dan keseimbangan sistem biologis.
Otak — pusat kesadaran dan kecerdasan — secara literal memancarkan cahaya kehidupan.
■ ENERGI LISTRIK OTAK DAN ASAL-USULNYA => DARI MAKANAN KE ATP: Dari mana cahaya dan arus listrik otak itu berasal?
Jawabannya: dari energi kimia makanan yang diubah menjadi ATP (Adenosine Triphosphate) di dalam mitokondria — “pembangkit tenaga” di setiap sel.
Proses metabolisme ini dimulai dari makanan yang dicerna di saluran pencernaan, diurai menjadi glukosa, asam amino, dan asam lemak. Glukosa kemudian diolah bersama oksigen dalam mitokondria untuk menghasilkan ATP, bahan bakar semua aktivitas sel.
Setiap neuron membutuhkan ATP dalam jumlah besar untuk:
▪︎mempertahankan tegangan listrik membran sel,
▪︎ memompa ion Na⁺ dan K⁺ melalui sodium-potassium pump,
▪︎ dan, menyalakan sinaps untuk transmisi sinyal antar neuron.
Tanpa ATP yang cukup, sinyal otak melemah, konsentrasi menurun, dan bahkan kesadaran spiritual bisa terganggu. Maka, kualitas energi yang masuk ke tubuh — tergantung dari apa yang kita makan — menentukan juga kualitas energi listrik otak.
■ HALAL DAN THAYYIB: ENERGI BERSIH BAGI OTAK DAN RUH: Al-Qur’an menegaskan keterkaitan langsung antara keimanan dan makanan:
▪︎ “Wahai manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi…” (QS. Al-Baqarah [2]: 168),
▪︎ “Dan makanlah dari rezeki yang diberikan Allah yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Ma’idah [5]: 88)
Halal menunjukkan keabsahan sumbernya, sedangkan thayyibah menunjukkan kualitas zat dan manfaatnya.
Ketika seseorang mengonsumsi makanan yang halal dan thayyib, ia tidak hanya mengisi tubuh dengan nutrisi bersih, tetapi juga memasukkan energi yang suci, yang tidak membawa residu dosa, kezaliman, atau ketidakseimbangan.
Dalam konteks biofisik, makanan halal dan bergizi membantu menjaga keseimbangan elektrolit dan metabolisme sel — syarat mutlak bagi neuron untuk menyalakan impuls listrik secara efisien.
Sebaliknya, makanan yang haram atau tidak baik (beracun, berlebihan, atau berasal dari ketidakadilan) dapat menimbulkan disonansi energi, menurunkan efisiensi mitokondria, dan mengacaukan sistem saraf.
■ CAHAYA ILAHI DALAM TUBUH => DARI BIOLOGI KE SPIRITUALITAS: Hubungan antara cahaya biologis dan cahaya spiritual sejatinya saling berkelindan.
Al-Qur’an menyinggung tentang “nur” (cahaya) yang menjadi simbol petunjuk dan kesadaran, “Allah (pemberi) cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah pelita yang di dalamnya ada cahaya…” (QS. An-Nūr [24]: 35)
Ulama seperti Imam Al-Ghazali menafsirkan bahwa cahaya ilahi ini bukan sekadar cahaya fisik, melainkan nur kesadaran yang bersemayam dalam hati dan akal manusia.
Ketika seseorang menjaga makanannya tetap halal dan thayyib, maka ia menjaga saluran energinya tetap suci — sehingga cahaya spiritual dapat bersinar melalui kesadaran biologisnya.
Penelitian modern juga menunjukkan bahwa keseimbangan metabolik yang baik — hasil dari asupan makanan sehat dan spiritualitas yang tenang — dapat meningkatkan koherensi gelombang otak (brain coherence).
Koherensi inilah yang secara metaforis dan ilmiah dapat dipahami sebagai “cahaya kesadaran”.
■ AL-QUR’AN ’AN SEBAGAI OBAT DAN HARMONISASI GENETIK: Fenomena resonansi energi tidak hanya berlaku pada makanan, tetapi juga pada suara, termasuk suara bacaan Al-Qur’an.
Penelitian terbaru di bidang genetic acoustics menunjukkan bahwa gelombang suara mampu memengaruhi ekspresi gen melalui mekanisme mekanotransduksi. Artinya, sel tubuh dapat “mendengar” dan merespons getaran suara yang mengandung frekuensi harmonis.
Maka, tidak berlebihan jika Al-Qur’an menyatakan, “Wahai manusia! Telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada di dalam dada, serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus [10]: 57)
Ayat ini dapat dimaknai bukan hanya secara spiritual, tetapi juga biologis — bahwa frekuensi bacaan Al-Qur’an dapat memberi efek penyembuhan pada sistem tubuh dan pikiran, terutama bila energi dasarnya (makanan dan metabolisme) juga bersih dan seimbang.
■ SIMPULAN: Cahaya dari Dalam Diri => Dari seluruh uraian ini, terlihat keterpaduan yang indah antara sains dan wahyu:
Dimensi | Penjelasan
▪︎ Dimensi: Spiritual
- Penjelasan: Makanan halal dan thayyib membawa keberkahan dan cahaya kesadaran.
▪︎ Dimensi: Biologis
- Penjelasan: Nutrisi menghasilkan ATP yang menjadi sumber arus listrik otak.
▪︎ Dimensi: Biofisik
- Penjelasan: Aktivitas listrik otak memancarkan biophoton, cahaya biologis kehidupan.
▪︎ Dimensi: Teologis
- Penjelasan: Cahaya ini menjadi simbol petunjuk Ilahi yang lahir dari kesucian jasmani dan ruhani.
Maka, ketika kita makan dengan penuh kesadaran — dari sumber yang halal, dalam cara yang thayyib, dan disertai niat ibadah — sesungguhnya kita sedang menyalakan kembali cahaya ilahi di dalam tubuh.
Itulah sinergi antara energi biologis dan nur spiritual, antara ATP dan iman, antara otak yang berpikir dan hati yang bercahaya.
Akhir kalam, والله اعلم بالصواب
