INDRAMAYU — PERTANYAAN
Ada kasus penelantaran keluarga (ibu dan anak) oleh bapaknya. Bapak dan ibu tidak terikat pernikahan resmi maupun siri.
- Dapatkah si Bapak dituntut dalam hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dalam konteks UU Perlindungan Anak dan UU KDRT.
- Bagaimana posisi anak dalam hukum, apakah anak mempunyai hak sebagai anak seutuhnya.
- Bagaimana kekuatan hukum dari keterangan saksi korban di bawah umur (anak) kaitannya dengan hukum pidana? Bisakah keterangan tersebut dianggap sebagai pembuktian hukum? Hal ini mengingat banyaknya kasus kasus kekerasan terhadap anak dan pencabulan/pemerkosaan terhadap anak yang, menurut oknum penyelidik, saksi korban anak tidak dapat/atau “dianggap” sebagai salah satu alat bukti dalam prosedural hukum pidana.
Atas penjelasannya diucapkan terimakasih, untuk ubklawyers dan paralegalnya semoga diberikan kesehatan dan kesuksesan. Aamiin..
Irwando – Tinumpuk City
▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎▪︎
“INTISARI JAWABAN”
【Hukum Keluarga】
𝔄𝔫𝔞𝔨 𝔶𝔞𝔫𝔤 𝔡𝔦𝔩𝔞𝔥𝔦𝔯𝔨𝔞𝔫 𝔡𝔦 𝔩𝔲𝔞𝔯 𝔭𝔢𝔯𝔨𝔞𝔴𝔦𝔫𝔞𝔫 𝔥𝔞𝔫𝔶𝔞 𝔪𝔢𝔪𝔭𝔲𝔫𝔶𝔞𝔦 𝔥𝔲𝔟𝔲𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔭𝔢𝔯𝔡𝔞𝔱𝔞 𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔦𝔟𝔲𝔫𝔶𝔞 𝔰𝔢𝔯𝔱𝔞 𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔩𝔞𝔨𝔦-𝔩𝔞𝔨𝔦 𝔰𝔢𝔟𝔞𝔤𝔞𝔦 𝔞𝔶𝔞𝔥𝔫𝔶𝔞 𝔶𝔞𝔫𝔤 𝔡𝔞𝔭𝔞𝔱 𝔡𝔦𝔟𝔲𝔨𝔱𝔦𝔨𝔞𝔫 𝔟𝔢𝔯𝔡𝔞𝔰𝔞𝔯𝔨𝔞𝔫 𝔦𝔩𝔪𝔲 𝔭𝔢𝔫𝔤𝔢𝔱𝔞𝔥𝔲𝔞𝔫 𝔡𝔞𝔫 𝔱𝔢𝔨𝔫𝔬𝔩𝔬𝔤𝔦 𝔡𝔞𝔫/𝔞𝔱𝔞𝔲 𝔞𝔩𝔞𝔱 𝔟𝔲𝔨𝔱𝔦 𝔩𝔞𝔦𝔫 𝔪𝔢𝔫𝔲𝔯𝔲𝔱 𝔥𝔲𝔨𝔲𝔪 𝔪𝔢𝔪𝔭𝔲𝔫𝔶𝔞𝔦 𝔥𝔲𝔟𝔲𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔡𝔞𝔯𝔞𝔥, 𝔱𝔢𝔯𝔪𝔞𝔰𝔲𝔨 𝔥𝔲𝔟𝔲𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔭𝔢𝔯𝔡𝔞𝔱𝔞 𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔨𝔢𝔩𝔲𝔞𝔯𝔤𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨𝔫𝔶𝔞.
𝔖𝔱𝔞𝔱𝔲𝔰 𝔟𝔞𝔭𝔞𝔨 𝔡𝔞𝔫 𝔦𝔟𝔲 𝔡𝔞𝔯𝔦 𝔞𝔫𝔞𝔨 𝔩𝔲𝔞𝔯 𝔨𝔞𝔴𝔦𝔫 𝔦𝔱𝔲 𝔱𝔦𝔡𝔞𝔨𝔩𝔞𝔥 𝔪𝔢𝔫𝔦𝔨𝔞𝔥 𝔟𝔞𝔦𝔨 𝔰𝔢𝔠𝔞𝔯𝔞 𝔰𝔦𝔯𝔦 𝔪𝔞𝔲𝔭𝔲𝔫 𝔰𝔞𝔥 𝔰𝔢𝔠𝔞𝔯𝔞 𝔥𝔲𝔨𝔲𝔪 𝔫𝔢𝔤𝔞𝔯𝔞. 𝔍𝔞𝔡𝔦, 𝔧𝔞𝔩𝔞𝔫 𝔶𝔞𝔫𝔤 𝔡𝔞𝔭𝔞𝔱 𝔡𝔦𝔱𝔢𝔪𝔭𝔲𝔥 𝔞𝔤𝔞𝔯 𝔞𝔫𝔞𝔨 𝔩𝔲𝔞𝔯 𝔨𝔞𝔴𝔦𝔫 𝔱𝔢𝔯𝔰𝔢𝔟𝔲𝔱 𝔪𝔢𝔪𝔦𝔩𝔨𝔦 𝔥𝔲𝔟𝔲𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔭𝔢𝔯𝔡𝔞𝔱𝔞 𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔞𝔶𝔞𝔥 𝔡𝔞𝔫 𝔨𝔢𝔩𝔲𝔞𝔯𝔤𝔞 𝔞𝔶𝔞𝔥𝔫𝔶𝔞 𝔞𝔡𝔞𝔩𝔞𝔥 𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔪𝔢𝔪𝔟𝔲𝔨𝔱𝔦𝔨𝔞𝔫𝔫𝔶𝔞 𝔟𝔢𝔯𝔡𝔞𝔰𝔞𝔯𝔨𝔞𝔫 𝔦𝔩𝔪𝔲 𝔭𝔢𝔫𝔤𝔢𝔱𝔞𝔥𝔲𝔞𝔫 𝔡𝔞𝔫 𝔱𝔢𝔨𝔫𝔬𝔩𝔬𝔤𝔦 𝔞𝔱𝔞𝔲 𝔪𝔢𝔩𝔞𝔨𝔲𝔨𝔞𝔫 𝔭𝔢𝔫𝔤𝔢𝔰𝔞𝔥𝔞𝔫 𝔞𝔫𝔞𝔨 𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔠𝔞𝔱𝔞𝔱𝔞𝔫 𝔭𝔞𝔰𝔞𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔱𝔢𝔯𝔰𝔢𝔟𝔲𝔱 𝔪𝔢𝔩𝔞𝔨𝔲𝔨𝔞𝔫 𝔭𝔢𝔯𝔫𝔦𝔨𝔞𝔥𝔞𝔫 𝔰𝔢𝔠𝔞𝔯𝔞 𝔰𝔞𝔥 𝔱𝔢𝔯𝔩𝔢𝔟𝔦𝔥 𝔡𝔞𝔥𝔲𝔩𝔲, 𝔟𝔞𝔦𝔨 𝔪𝔢𝔫𝔲𝔯𝔲𝔱 𝔥𝔲𝔨𝔲𝔪 𝔞𝔤𝔞𝔪𝔞 𝔡𝔞𝔫 𝔥𝔲𝔨𝔲𝔪 𝔫𝔢𝔤𝔞𝔯𝔞.
𝔍𝔦𝔨𝔞 𝔱𝔦𝔡𝔞𝔨, 𝔪𝔞𝔨𝔞 𝔥𝔲𝔟𝔲𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔭𝔢𝔯𝔡𝔞𝔱𝔞 𝔞𝔫𝔱𝔞𝔯𝔞 𝔞𝔫𝔞𝔨 𝔡𝔞𝔫 𝔞𝔶𝔞𝔥𝔫𝔶𝔞 𝔱𝔦𝔡𝔞𝔨 𝔞𝔡𝔞. 𝔖𝔦 𝔞𝔶𝔞𝔥 𝔧𝔲𝔤𝔞 𝔱𝔦𝔡𝔞𝔨 𝔡𝔞𝔭𝔞𝔱 𝔡𝔦𝔭𝔢𝔯𝔰𝔬𝔞𝔩𝔨𝔞𝔫 𝔰𝔢𝔠𝔞𝔯𝔞 𝔥𝔲𝔨𝔲𝔪 𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔞𝔩𝔞𝔰𝔞𝔫 𝔪𝔢𝔩𝔞𝔨𝔲𝔨𝔞𝔫 “𝔭𝔢𝔫𝔢𝔩𝔞𝔫𝔱𝔞𝔯𝔞𝔫 𝔨𝔢𝔩𝔲𝔞𝔯𝔤𝔞” 𝔨𝔞𝔯𝔢𝔫𝔞 𝔶𝔞𝔫𝔤 𝔟𝔢𝔯𝔰𝔞𝔫𝔤𝔨𝔲𝔱𝔞𝔫 𝔱𝔦𝔡𝔞𝔨 𝔪𝔢𝔪𝔭𝔲𝔫𝔶𝔞𝔦 𝔥𝔲𝔟𝔲𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔨𝔢𝔩𝔲𝔞𝔯𝔤𝔞 𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔰𝔦 𝔦𝔟𝔲 𝔡𝔞𝔫 𝔞𝔫𝔞𝔨𝔫𝔶𝔞.
𝔎𝔢𝔪𝔲𝔡𝔦𝔞𝔫 𝔪𝔢𝔫𝔤𝔢𝔫𝔞𝔦 𝔞𝔫𝔞𝔨 𝔰𝔢𝔟𝔞𝔤𝔞𝔦 𝔰𝔞𝔨𝔰𝔦, 𝔞𝔫𝔞𝔨 𝔶𝔞𝔫𝔤 𝔲𝔪𝔲𝔯𝔫𝔶𝔞 𝔪𝔞𝔰𝔦𝔥 𝔡𝔦 𝔟𝔞𝔴𝔞𝔥 15 𝔱𝔞𝔥𝔲𝔫 𝔱𝔦𝔡𝔞𝔨 𝔡𝔞𝔭𝔞𝔱 𝔡𝔦𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔯 𝔰𝔢𝔟𝔞𝔤𝔞𝔦 𝔰𝔞𝔨𝔰𝔦. 𝔄𝔫𝔞𝔨-𝔞𝔫𝔞𝔨 𝔡𝔦 𝔟𝔞𝔴𝔞𝔥 𝔲𝔪𝔲𝔯 15 𝔱𝔞𝔥𝔲𝔫 𝔱𝔢𝔯𝔰𝔢𝔟𝔲𝔱 𝔟𝔬𝔩𝔢𝔥 𝔡𝔦𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔯 𝔨𝔢𝔱𝔢𝔯𝔞𝔫𝔤𝔞𝔫𝔫𝔶𝔞 𝔡𝔢𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔱𝔦𝔡𝔞𝔨 𝔡𝔦𝔰𝔲𝔪𝔭𝔞𝔥, 𝔞𝔨𝔞𝔫 𝔱𝔢𝔱𝔞𝔭𝔦 𝔨𝔢𝔱𝔢𝔯𝔞𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔪𝔢𝔯𝔢𝔨𝔞 𝔦𝔱𝔲 𝔱𝔦𝔡𝔞𝔨 𝔪𝔢𝔯𝔲𝔭𝔞𝔨𝔞𝔫 𝔟𝔲𝔨𝔱𝔦 𝔨𝔢𝔰𝔞𝔨𝔰𝔦𝔞𝔫, 𝔪𝔢𝔩𝔞𝔦𝔫𝔨𝔞𝔫 𝔥𝔞𝔫𝔶𝔞 𝔰𝔢𝔟𝔞𝔤𝔞𝔦 𝔭𝔢𝔫𝔢𝔯𝔞𝔫𝔤𝔞𝔫 𝔰𝔞𝔧𝔞.
𝔓𝔢𝔫𝔧𝔢𝔩𝔞𝔰𝔞𝔫 𝔩𝔢𝔟𝔦𝔥 𝔩𝔞𝔫𝔧𝔲𝔱 𝔡𝔞𝔭𝔞𝔱 𝔄𝔫𝔡𝔞 𝔰𝔦𝔪𝔞𝔨 𝔡𝔞𝔩𝔞𝔪 𝔲𝔩𝔞𝔰𝔞𝔫 𝔡𝔦 𝔟𝔞𝔴𝔞𝔥 𝔦𝔫𝔦.
ULASAN SELENGKAPNYA;
Terimakasih atas pertanyaan Anda.
Berdasarkan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Februari 2012, anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya.
Apabila si ibu ingin suaminya mempunyai hubungan hukum perdata dengan anak yang berstatus anak luar kawin tersebut, a͟d͟a͟ d͟u͟a͟ j͟a͟l͟a͟n͟ y͟a͟n͟g͟ b͟i͟s͟a͟ d͟i͟t͟e͟m͟p͟u͟h͟:
a. Pengakuan anak,
yaitu pengakuan
secara hukum dari
seorang bapak
terhadap anaknya
yang lahir di luar
ikatan perkawinan
yang sah atas
persetujuan ibu
kandung anak
tersebut. Dengan
catatan, pengakuan
anak ini hanya
berlaku jika Anda
dan istri telah
melaksanakan
perkawinan s͟a͟h͟
m͟e͟n͟u͟r͟u͟t͟ h͟u͟k͟u͟m͟
a͟͟g͟͟a͟͟m͟͟a͟͟, t͟e͟t͟a͟p͟i͟ b͟e͟l͟u͟m͟
s͟a͟h͟ m͟e͟n͟u͟r͟u͟t͟ h͟͟u͟͟k͟͟u͟͟m͟͟
n͟͟e͟͟g͟͟a͟͟r͟͟a͟͟.[¹]
Caranya:[²]
- Membuat Surat Pengakuan Anak.
- Surat Pengakuan Anak tersebut disetujui oleh ibu kandung anak yang bersangkutan.
- Pengakuan anak wajib dilaporkan oleh orang tua pada Instansi Pelaksana paling lambat 30 hari sejak tanggal surat pengakuan anak oleh ayah.
- Surat Pengakuan Anak tersebut kemudian dicatat oleh Pejabat Pencatatan Sipil pada Register Akta Pengakuan Anak dan diterbitkan Kutipan Akta Pengakuan Anak.
b. Pengesahan anak,
yaitu pengesahan
status hukum
seorang anak yang
lahir di luar ikatan
perkawinan yang
sah, menjadi anak
sah sepasang suami
istri. Dalam
pengesahan anak
kedua orangtua anak
tersebut haruslah
melakukan
perkawinan secara
sah terlebih dahulu,
b͟a͟i͟k͟ m͟e͟n͟u͟r͟u͟t͟ h͟u͟k͟u͟m͟
a͟g͟a͟m͟a͟ d͟a͟n͟ h͟u͟k͟u͟m͟
n͟͟e͟͟g͟͟a͟͟r͟͟a͟͟.[³]
Caranya:[⁴]
- Pengesahan anak wajib dilaporkan oleh orang tua kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 hari sejak ayah dan ibu dari anak yang bersangkutan melakukan perkawinan dan mendapatkan akta perkawinan.
- Pejabat Pencatatan Sipil mencatat pada register akta pengesahan anak dan menerbitkan kutipan akta pengesahan anak.
Sayangnya berdasarkan keterangan Anda, status bapak dan ibu dari anak luar kawin itu tidaklah menikah baik secara siri maupun sah secara hukum negara. Jadi, jalan yang dapat ditempuh agar anak luar kawin tersebut memiliki hubungan perdata dengan ayah dan keluarga ayahnya adalah dengan membuktikannya berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi atau melakukan pengesahan anak dengan catatan pasangan tersebut melakukan pernikahan secara sah terlebih dahulu, baik menurut hukum agama dan hukum negara.
Jika tidak, m͟a͟k͟a͟ h͟u͟b͟u͟n͟g͟a͟n͟ p͟e͟r͟d͟a͟t͟a͟ a͟n͟t͟a͟r͟a͟ a͟n͟a͟k͟ d͟a͟n͟ a͟y͟a͟h͟n͟y͟a͟ t͟i͟d͟a͟k͟ a͟͟d͟͟a͟͟. Si ayah juga tidak dapat dipersoalkan secara hukum dengan alasan melakukan “penelantaran keluarga” karena yang bersangkutan tidak mempunyai hubungan keluarga dengan si ibu dan anaknya.
Pengertian “Keluarga”, menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah:
- Unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai dengan derajat ketiga.
Demikian pula, perbuatan si Bapak tidak dapat dianggap sebagai kekerasan dalam rumah tangga karena yang bersangkutan tidak masuk dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU 23/2004”):
Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi:
a. suami, isteri, dan
anak;
b. orang-orang yang
mempunyai
hubungan keluarga
dengan orang
sebagaimana
dimaksud pada
huruf a karena
hubungan darah,
perkawinan,
persusuan,
pengasuhan, dan
perwalian, yang
menetap dalam
rumah tangga; dan/
atau
c. orang yang bekerja
membantu rumah
tangga dan menetap
dalam rumah tangga
tersebut.
Kami tidak mengerti maksud dari “mempunyai hak sebagai anak seutuhnya” dalam konteks pertanyaan Anda. Jika yang Anda maksud adalah hak-hak sebagai anak, jika anak tersebut belum mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya, maka tidak ada hak sebagai anak dari laki-laki tersebut.
Kemudian mengenai pertanyaan Anda selanjutnya terkait kekuatan hukum dari keterangan saksi korban di bawah umur, dalam hal anak menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, Pasal 55 UU 23/2004 menyatakan bahwa:
- Sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.
Akan tetapi, perlu diingat bahwa menurut Pasal 145 Reglemen Indonesia yang Diperbaharui/Het Herzienne Inlandsche Reglement (HIR), sebagai saksi tidak dapat didengar:
- Keluarga sedarah dan keluarga semenda dari salah satu pihak menurut keturunan yang lulus;
- Istri atau laki dari salah satu pihak, meskipun sudah ada perceraian;
- Anak-anak yang tidak diketahui benar apa sudah cukup umurnya 15 tahun;
- Orang, gila, meskipun ia terkadang-kadang mempunyai ingatan tarang.
Jadi, anak yang umurnya masih di bawah 15 tahun tidak dapat didengar sebagai saksi. Dalam penjelasan HIR disebutkan bahwa anak-anak di bawah umur 15 tahun tersebut boleh juga didengar keterangannya dengan tidak disumpah, akan tetapi keterangan mereka itu tidak merupakan bukti kesaksian, melainkan hanya sebagai penerangan saja. Hal ini diperkuat dalam Pasal 171 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”), bahwa anak yang umurnya belum cukup 15 tahun dan belum pernah kawin boleh diperiksa untuk memberi keterangan tanpa sumpah.
Jadi, s͟e͟o͟r͟a͟n͟g͟ a͟n͟a͟k͟ y͟a͟n͟g͟ u͟m͟u͟r͟n͟y͟a͟ d͟i͟ b͟a͟w͟a͟h͟ 15 t͟a͟h͟u͟n͟ b͟i͟s͟a͟ d͟i͟p͟e͟r͟i͟k͟s͟a͟ u͟n͟t͟u͟k͟ d͟i͟a͟m͟b͟i͟l͟ k͟͟e͟͟t͟͟e͟͟r͟͟a͟͟n͟͟g͟͟a͟͟n͟͟n͟͟y͟͟a͟͟, akan tetapi k͟e͟t͟e͟r͟a͟n͟g͟a͟n͟ t͟e͟r͟s͟e͟b͟u͟t͟ d͟i͟a͟m͟b͟i͟l͟ t͟i͟d͟a͟k͟ d͟e͟n͟g͟a͟n͟ s͟u͟m͟p͟a͟h͟ d͟a͟n͟ t͟i͟d͟a͟k͟ d͟i͟p͟e͟r͟l͟u͟k͟a͟n͟ s͟e͟b͟a͟g͟a͟i͟ a͟l͟a͟t͟ b͟u͟k͟t͟i͟ k͟e͟t͟e͟r͟a͟n͟g͟a͟n͟ s͟a͟k͟s͟i͟ d͟i͟ p͟͟e͟͟n͟͟g͟͟a͟͟d͟͟i͟͟l͟͟a͟͟n͟͟, melainkan hanya sebagai penerangan saja.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat dan dapat dijadikan pembelajaran untuk kita semua terlebih untuk penanya dan Paralegal ubklawyers pada khususnya.
D͟a͟s͟a͟r͟ H͟u͟k͟u͟m͟:
- Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (Herziene Indlandsch Reglement) Staatsblad Nomor 44 Tahun 1941;
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga;
- Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Artikel ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Kedudukan Anak dalam Hukum yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 11 Juni 2010. Dipublikasikan kedua oleh “..Hukumonline.com..” pada tanggal 21 Juli 2017. Dan diteruskan oleh ubklawyers pada tanggal 14 Oktober 2025.
Seluruh Informasi Hukum yang ada di LBH-UMAR BIN KHATTAB disiapkan semata-mata untuk t͟͟͟u͟͟͟j͟͟͟u͟͟͟a͟͟͟n͟͟͟ p͟͟e͟͟n͟͟d͟͟i͟͟d͟͟i͟͟k͟͟a͟͟n͟͟, p͟e͟m͟b͟e͟l͟a͟j͟a͟r͟a͟n͟ dan b͟e͟r͟s͟i͟f͟a͟t͟ u͟m͟u͟m͟. Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Pengacara, Konsultan Hukum dan/atau Paralegal UBK LAWYERS.
Sedang menghadapi permasalahan hukum? A͟j͟u͟k͟a͟n͟ p͟e͟r͟t͟a͟n͟y͟a͟a͟n͟ melalui email, telepon atau chat.👇🏼
Email:
ubklawyer@gmail.com
Telepon/Chat:
089666552118
Berkenan G͟a͟b͟u͟n͟g͟ G͟r͟o͟u͟p͟, untuk jadi bagian Keluarga Besar UBK LAWYERS. Klik link dibawah.👇🏼
I͟K͟U͟T͟I͟ W͟h͟a͟t͟s͟A͟p͟p͟ C͟h͟a͟n͟n͟e͟l͟ LBH-UMAR BIN KHATTAB. Untuk memperkaya Riset Hukum Anda, klik link dibawah.👇🏼
🇮🇩🇵🇸🇮🇩🇵🇸🇮🇩🇵🇸
#cerdashukum
#studylawtogether
#ubklawyers
