
Oleh: Suhaeli Nawawi, Pembina YWI
Pendahuluan
INDRAMAYU — Al-Qur’an menegaskan bahwa tatanan kosmos memiliki makna teologis yang dalam. Salah satu ayat yang memperlihatkan integrasi antara keindahan alam dan keteraturan ilahi adalah firman Allah dalam Surat Al-Mulk ayat 5:
“Dan sungguh, Kami telah menghiasi langit dunia dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu sebagai alat pelempar setan dan sebagai tanda-tanda (petunjuk arah).”
(QS Al-Mulk [67]:5)
Ayat ini menggambarkan bahwa langit dunia (as-samā’ ad-dunyā) adalah lapisan kosmik terdekat yang dihiasi oleh bintang, planet, nebula, dan benda-benda langit lain. Para ulama tafsir klasik memahami “langit dunia” sebagai langit pertama dari tujuh lapisan alam semesta—yakni ruang kosmik tempat bumi berada. Secara teologis, ayat ini menyiratkan tiga fungsi benda langit: keindahan visual, penunjuk arah, dan penjaga dari gangguan metafisik.
Makna Teologis dan Tafsir Klasik
Para mufasir seperti Al-Ṭabarī, Al-Qurṭubī, dan Ibn Kathīr menjelaskan bahwa bintang-bintang memiliki tiga fungsi utama sebagaimana disebutkan dalam ayat ini.
Fungsi “pelempar setan” (rujūm li al-shayāṭīn) dipahami sebagai realitas metafisik, yaitu ketika jin yang mencuri berita langit dilempar oleh syihāb (meteor) sebagaimana juga dijelaskan dalam QS Ash-Shaffāt [37]:6–10. Tafsir klasik menegaskan bahwa peristiwa ini benar-benar terjadi pada alam non-fisik, menunjukkan keterbatasan persepsi manusia terhadap realitas spiritual.
Makna Kosmologis dan Tafsir Modern
Dalam penafsiran modern, tokoh seperti M. Quraish Shihab (Tafsir al-Mishbah, 2002), Muhammad Asad (The Message of the Qur’an, 1980), dan Harun Yahya (The Creation of the Universe, 1999) mengajukan pandangan bahwa ayat ini dapat dibaca secara simbolis dan kosmologis.
Mereka menilai bahwa “pelempar setan” tidak mesti dipahami sebagai aktivitas fisik literal, tetapi sebagai mekanisme kosmos yang menghalangi kekacauan—yakni sistem keteraturan energi dan hukum fisika yang mencegah kehancuran tatanan alam.
Dalam konteks ilmiah, hal ini dapat dimaknai sebagai:
Radiasi kosmik (cosmic rays) dan medan magnet bumi (magnetosfer) yang berfungsi melindungi bumi dari partikel berenergi tinggi.
Ledakan energi seperti flare bintang atau supernova, yang menjadi bagian dari siklus proteksi kosmik dan stabilitas gravitasi antar galaksi.
Dengan demikian, “pelempar setan” dapat dipahami sebagai fenomena protektif—baik dalam dimensi fisik maupun metafisik—yang merepresentasikan kehendak Allah menjaga keseimbangan ciptaan-Nya.
Makna Esoterik dan Psiko-Teologis
Dalam tafsir tasawuf seperti Al-Rāzī (Mafātīḥ al-Ghayb) dan Ibn ‘Ajībah (Al-Baḥr al-Madīd), makna bintang tidak hanya terbatas pada benda langit, tetapi juga simbol cahaya pengetahuan dan kesadaran ilahi (nūr ilāhī).
Adapun “setan” dimaknai sebagai gangguan batin dan destruktivitas spiritual manusia.
Dengan demikian, “bintang sebagai pelempar setan” merepresentasikan peran wahyu dan ilmu pengetahuan sebagai cahaya yang menolak kegelapan kebodohan serta bisikan destruktif yang mengganggu jiwa.
Makna Interdisipliner dan Pendekatan Sains-Teologi
Dalam pendekatan interdisipliner modern, Nidhal Guessoum (2011) dalam Islam’s Quantum Question menekankan pentingnya membaca ayat-ayat kosmologis Al-Qur’an secara epistemologis, bukan sekadar empiris. Alam semesta memiliki dimensi yang berlapis-lapis; dimensi metafisik tidak tunduk pada observasi ilmiah.
Dalam konteks ini, “pelempar setan” bisa dipahami sebagai mekanisme proteksi kosmik multidimensional—menggambarkan adanya sistem energi dan hukum alam yang menjaga batas interaksi antara dunia fisik dan non-fisik.
Makna ini dapat disejajarkan dengan pandangan ilmiah modern bahwa energi tinggi (seperti radiasi gamma, neutrino, dan sinar kosmik) membentuk batas alami kosmos—fenomena yang secara metaforis dapat dikaitkan dengan “pagar langit” yang disebut dalam Al-Qur’an.
Kesimpulan
Ayat QS Al-Mulk:5 mengandung kedalaman makna yang lintas disiplin:
1.Secara teologis, ia menunjukkan fungsi bintang sebagai ciptaan Allah yang indah dan bermanfaat.
2.Secara kosmologis, ia melambangkan sistem keteraturan alam semesta yang dijaga oleh hukum-hukum Allah.
3.Secara simbolis dan spiritual, ia menandakan cahaya pengetahuan yang menolak kekacauan batin dan gangguan destruktif.
Dengan demikian, ungkapan “bintang sebagai pelempar setan” dapat dimaknai sebagai metafora proteksi kosmik dan spiritual—menunjukkan bahwa jagat raya ini bukanlah ruang hampa acak, melainkan sistem yang dijaga keseimbangannya oleh kehendak dan hukum Tuhan.
Daftar Pustaka
Al-Ṭabarī, Jāmi‘ al-Bayān ‘an Ta’wīl Āyi al-Qur’ān. Beirut: Dār al-Fikr, 1984.
Al-Qurṭubī, Al-Jāmi‘ li Aḥkām al-Qur’ān. Kairo: Dār al-Kutub al-Miṣriyyah, 1964.
Ibn Kathīr, Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm. Riyadh: Dār Ṭayyibah, 1999.
Al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghayb. Beirut: Dār al-Fikr, 1990.
Ibn ‘Ajībah, Al-Baḥr al-Madīd fī Tafsīr al-Qur’ān al-Majīd. Kairo: Dār al-Ma‘ārif, 1987.
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Muhammad Asad, The Message of the Qur’an. Gibraltar: Dar al-Andalus, 1980.
Harun Yahya, The Creation of the Universe. Istanbul: Global Publishing, 1999.
Nidhal Guessoum, Islam’s Quantum Question: Reconciling Muslim Tradition and Modern Science. London: I.B. Tauris, 2011.
Akhir kalam, والله اعلم بالصواب