
Oleh: Suhaeli Nawawi, Pembina YWI
INDRAMAYU — “Sesungguhnya Allah tidak segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu.”
(QS Al-Baqarah [2]: 26)
Ayat ini sering kali dibaca secara harfiah, seolah nyamuk hanyalah makhluk kecil yang dijadikan contoh untuk menunjukkan rendahnya sesuatu. Namun, jika dikaji dengan pendekatan ilmiah dan spiritual, ayat ini justru menyingkap keajaiban desain biologis makhluk yang tampak sederhana tetapi memiliki kompleksitas luar biasa. Nyamuk bukan hanya serangga pengganggu; ia adalah sistem biologis yang halus, presisi, dan sekaligus “tanda kebesaran” Tuhan dalam mikrokosmos kehidupan.
1. Tafsir Klasik dan Tafsir Modern
Menurut Tafsir al-Ṭabarī dan Ibn Kathīr, ayat ini muncul untuk menjawab kaum kafir yang mengejek perumpamaan Allah tentang laba-laba dan lalat dalam ayat sebelumnya. Allah menegaskan bahwa tidak ada makhluk sekecil apa pun yang sia-sia dijadikan perumpamaan, sebab di baliknya ada hikmah dan tanda kekuasaan.
Dalam tafsir modern, seperti yang dikemukakan Muhammad Asad dan Quraish Shihab, ayat ini menandai keterbukaan Al-Qur’an terhadap fenomena ilmiah. Nyamuk adalah simbol dari kompleksitas ciptaan, bahwa kebesaran Tuhan tidak hanya tampak pada langit yang luas, tetapi juga pada organisme yang kecil, halus, dan kompleks.
“Perumpamaan yang kecil bukanlah kehinaan bagi Allah, melainkan pengajaran bagi akal yang mau berpikir.”
(Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah)
2. Nyamuk dalam Fakta Ilmiah Modern
Menurut laporan RRI (2024) dan berbagai penelitian biologi, nyamuk menyimpan banyak rahasia ilmiah yang menakjubkan:
Hanya nyamuk betina yang menggigit manusia, karena ia memerlukan protein darah untuk pembentukan telur.
Nyamuk mendeteksi karbon dioksida dan asam laktat dari keringat manusia dari jarak beberapa meter — kemampuan yang menyaingi sensor buatan manusia.
Mereka mengingat waktu dan kebiasaan manusia, menggigit pada jam yang sama setiap hari. Ini menunjukkan adanya sistem circadian rhythm biologis yang canggih.
Sayap nyamuk bergetar hingga 500 kali per detik, menghasilkan frekuensi suara khas yang berbeda antara jantan dan betina, memungkinkan mereka “berkomunikasi” dalam gelombang ultrasonik.
Beberapa spesies seperti Aedes aegypti menjadi vektor virus mematikan seperti dengue, Zika, dan malaria. Namun, sebagian besar nyamuk tidak berbahaya dan memainkan peran ekologis penting, seperti penyerbukan tanaman dan sumber makanan bagi ikan serta burung.
3. Refleksi Spiritual: Dari Molekul ke Makna
Dalam konteks spiritual, nyamuk menghadirkan pelajaran kerendahan hati ilmiah. Betapa sesuatu yang tampak remeh bisa membawa dampak global — dari penyakit tropis hingga riset bioteknologi. Beberapa laboratorium dunia bahkan meneliti sistem antikoagulan pada air liur nyamuk untuk menciptakan obat antikoagulasi dan terapi stroke.
Jika ditinjau dari prinsip tafsir kauniyyah, ayat ini mengajak manusia membaca “ayat-ayat Tuhan” dalam dua dimensi: tekstual (Al-Qur’an) dan eksistensial (alam). Dalam bahasa Al-Qur’an, keduanya disebut sebagai “āyāt Allāh fī al-āfāq wa fī anfusihim” — tanda-tanda di alam dan dalam diri manusia (QS Fussilat [41]:53).
4. Antara Nyamuk dan Etika Ekologis
Ayat ini juga mengandung pesan ekologis yang kuat. Dalam tatanan alam, bahkan makhluk sekecil nyamuk memiliki fungsi ekologis. Nyamuk adalah bagian dari rantai kehidupan — dan memusnahkannya secara total bisa mengganggu keseimbangan ekosistem air.
Dengan demikian, memahami nyamuk bukan sekadar soal pengendalian hama, tetapi juga soal mengakui kebijaksanaan penciptaan. Dalam bahasa Al-Qur’an, setiap makhluk “bertasbih” dengan caranya sendiri (QS An-Nur [24]:41). Mungkin, dengungan nyamuk yang kita benci itu justru bagian dari zikirnya kepada Pencipta.
5. Ilmu dan Iman: Dari Makhluk Kecil Menuju Kesadaran Kosmik
Sains modern mengajarkan kita bahwa struktur kecil bisa menyingkap hukum besar alam semesta — sebagaimana gen dalam DNA nyamuk yang tersusun rapi, menunjukkan “program kehidupan” yang konsisten. Sementara iman mengajarkan bahwa semua itu bukan kebetulan, melainkan tanda dari kehendak dan kebijaksanaan Ilahi.
“Yang lebih kecil dari nyamuk pun Allah jadikan perumpamaan agar manusia berpikir, karena pada yang kecil terkandung rahasia yang besar.”
(Al-Rāzī, Mafātīḥ al-Ghaib)
Dengan demikian, nyamuk dalam pandangan Islam bukan hanya hama, tetapi simbol kosmik tentang keteraturan, keseimbangan, dan rahmat Tuhan yang meliputi segala sesuatu.
6. Penutup
Nyamuk mengajarkan kita tentang kerendahan ciptaan dan kebesaran Sang Pencipta. Dari serangga sekecil itu, manusia belajar bioteknologi, sistem sensorik, dan bahkan struktur ritme biologis yang bisa menuntun inovasi medis masa depan.
Maka, ayat QS Al-Baqarah [2]:26 bukan sekadar pembelaan teologis terhadap perumpamaan kecil, tetapi undangan intelektual dan spiritual untuk menyelami keajaiban alam ciptaan. Dalam dunia yang semakin mekanistik, tafsir ilmiah seperti ini mengingatkan kita: bahwa pengetahuan sejati lahir dari keterpaduan antara akal, iman, dan rasa kagum terhadap ciptaan Tuhan.
Akhir kalam,والله اعلم بالصواب